Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) memproyeksi penurunan produksi minyak siap jual (lifting) yang tajam hingga 2050 mendatang. Tak tanggung-tanggung, penurunannya bisa berlipat-lipat dari posisi lifting saat ini yang di kisaran 815 ribu barel per hari.
SKK Migas menyebut bahwa lifting minyak akan rontok ke 610 ribu barel pada 2030 dan terperosok semakin dalam ke posisi 173 ribu barel pada 2050 mendatang.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, angka ini sudah memasukkan produksi lapangan saat ini (existing), lapangan baru yang masih dalam rencana pengembangan (Plan of Development/PoD), dan rencana pengurasan sumur minyak melalui metode
Enhanced Oil Recovery (EOR).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan kata lain, rencana pengembangan lapangan yang sudah direncanakan tidak bisa menopang produksi di tahun depan.
Padahal, sesuai rencana SKK Migas, akan ada 33 PoD yang sedianya akan berjalan hingga 2050 mendatang. "Sehingga, lifting dalam jangka panjang ini harus ditopang oleh eksplorasi yang besar," ujarnya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin (17/7).
Kondisi serupa juga akan dialami lifting gas bumi. Produksi gas akan menurun dari saat ini 6.630 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) ke angka 2.233 MMSCFD. Seperti prediksi minyak bumi, angka ini juga sudah memasukkan lapangan existing dan juga lapangan yang memasuki masa PoD.
Di masa depan, akan ada 24 lapangan yang memasuki periode PoD, di mana dua proyek yang berkontribusi besar, yaitu blok Tangguh yang dikelola British Petroleum (BP) Berau Ltd dan blok Masela yang dikelola Inpex Corporation.
Tentu saja, penurunan drastis lifting minyak dan gas ini akan menguras cadangan yang saat ini sudah menurun.
"Sejauh ini, dilihat dari capaian dan sumber daya yang ada, masih ada 55 persen untuk minyak dan 87,3 persen untuk gas yang belum terambil," imbuh Amien.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh SKK Migas untuk mengatasi kondisi tersebut. Pertama, tetap menjalankan proyek hulu migas sesuai keekonomian Wilayah Kerja (WK). Kedua, perlu penerapan teknologi tepat guna dan mengupayakan metode baru untuk penemuan sumber daya dan cadangan.
"Kami juga akan mengawasi proyek pengembangan onstream agar tepat waktu. Selain itu, migas masih tetap berperan dominan bagi Indonesia, maka kegiatan hulu migas akan bergeser ke kawasan timur. Sehingga, dibutuhkan terobosan untuk EOR dan reformasi kebijakan yang lebih sederhana, serta teknologi untuk produksi dan investasi," terang dia.
Menurut data SKK Migas, lifting minyak hingga semester I 2017 mencapai 802 ribu barel per hari atau hanya 99,2 persen dibandingkan target APBN sebesar 815 ribu barel per hari. Sementara, lifting gas tercatat 6.338 MMSCFD atau hanya 99,7 persen dari target APBN 6.440 MMSCFD.
(bir)