Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mencapai titik tertinggi dalam delapan pekan terakhir pada perdagangan Rabu (27/7) akibat penurunan persediaan minyak Amerika Serikat yang tajam.
Dikutip dari
Reuters, Energy Information Administration (EIA) mencatat, persediaan minyak AS turun 7,2 juta barel pada pekan lalu dan melebihi ekspektasi sebelumnya yaitu 2,6 juta barel. Adapun, penyebabnya adalah permintaan yang tinggi dari kilang.
Hasilnya, harga minyak Brent berjangka ditutup menguat US$0,77 ke angka US$50,97 per barel, sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ditutup menguat US$0,86 ke angka US$48,75 per barel.
Kondisi ini juga dibantu oleh sentimen pembatasan ekspor Arab Saudi sebesar 6,6 juta barel per hari pada bulan Agustus nanti, atau turun 1 juta barel per hari dibanding tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Venezuela, lawan politik Presiden Nicolas Maduro berencana melakukan dua hari aksi nasional untuk mendorongnya mundur dari Pemilu setempat. Oleh karenanya, AS mempertimbangkan sanksi finansial dengan menghentikan pembayaran menggunakan dolar AS untuk minyak Venezuela.
Adapun, saat ini Venezuela adalah negara anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak dunia (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dengan produksi mencapai 2 juta barel per hari.
Produksi Nigeria juga menurun pekan ini seiring bocornya pipa minyak milik Shell yang bisa menyumbang ekspor minyak 180 ribu barel per hari. Saat ini, Nigeria dikecualikan dari kebijakan pangkas produksi OPEC, namun juga setuju untuk membatasi produksinya ketika mencapai 1,8 juta barel per hari.