Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan, jumlah investasi yang ditempatkan di Surat Berharga Negara (SBN) hingga semester I 2017 masih sekitar 15 persen.
Ketua AAJI Hendrisman Rahim menuturkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang telah memberikan kemudahan untuk mencapai ketentuan investasi SBN sebesar 30 persen, dengan memperbolehkan memakirkan dana di obligasi milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Namun, ia mengakui, tidak mudah bagi perusahaan asuransi mendapatkan obligasi BUMN di pasar. Dengan begitu, pencapaiannya masih jauh dari yang ditetapkan regulator.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak alasannya, tapi kalau BUMN ya tetap mengeluarkan," kata Hendrisman, Senin (31/7).
Secara terpisah, Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menjelaskan, portofolio SBN sendiri dapat dikatakan sulit didapatkan. Terlebih lagi, harganya yang mahal akan membuat imbal hasil (
return) yang didapat tidak sebanding.
"Jadi kami tidak mau juga asuransi jiwa ini penempatan
return-nya jelek," ucap Togar.
Kendati demikian, AAJI sendiri belum memiliki niat untuk mengajukan relaksasi kepada OJK terkait aturan penempatan dana investasi. Menurut Hendrisman, industri asuransi jiwa masih memiliki harapan ketentuan itu dapat dipenuhi.
Lebih lanjut Hendriman memaparkan, jumlah investasi secara keseluruhan pada semester I 2017 ini terbilang tidak cukup baik, terutama penempatan di pasar modal. Sayang, ia masih enggan menjelaskan detil terkait hal ini.
"Nampaknya beberapa waktu terakhir, awal tahun hingga semester I untuk saham agak kurang menggembirakan walaupun indeks cukup bagus," pungkas Hendrisman.
Sebagai informasi, AAJI mencatat jumlah investasi perusahaan asuransi jiwa pada kuartal I 2017 tumbuh 21,3 persen menjadi Rp420,82 triliun dari sebelumnya Rp346,79 triliun.
Bila dirinci berdasarkan portofolio, sebanyak 32,9 persen ditempatkan di reksa dana, saham 29,1 persen, SBN 14,6 persen, deposito 12 persen, dan properti 2,4 persen.
Dorong Agen Asuransi Gabung MDRTAdapun, Hendrisman menyatakan, penjualan premi saat ini masih ditopang melalui jalur distribusi agen penjual. Menurutnya, rata-rata penjualan agen menyumbang 38 persen dari total premi.
Dengan demikian, AAJI juga menekankan agar para agen meningkatkan kualitas dengan memperkuat kompetensinya dalam menawarkan atau menjual produk asuransi kepada calon nasabah.
Untuk itu, Hendrisman mendorong agen lokal bergabung dalam organisasi eksklusif bernama Million Dollar Round Table (MDRT). Menurutnya, agen lokal akan dapat banyak pelajaran yang bisa dipetik dan menggenjot pendapatan premi per tahunnya.
Pasalnya, MDRT memberikan syarat kepada calon anggota untuk mengantongi premi sebesar Rp542 juta per tahun. Sementara, untuk kualifikasi yang lebih tinggi seorang agen wajib mengumpulkan premi Rp1,62 triliun hingga Rp3,22 triliun per tahun.
"Kalau 30 persen saja duduk di MDRT bisa bayangkan berapa kapasitas yang mereka berikan kepada industri," kata Hendrisman.