Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap tahunnya, Indonesia mengirim ratusan ribu jamaah haji ke Arab Saudi. Tahun ini saja, lebih dari 200 ribu jamaah haji siap berangkat ke Tanah Suci.
Besarnya jumlah jamaah haji berimplikasi pada besarnya akumulasi dana penyelenggaraan haji. Kementerian Agama mencatat, per 31 Desember 2016, jumlah dana setoran haji Indonesia mencapai Rp 90,6 triliun. Dana haji itu berasal dari jumlah setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), dana efiensi penyelenggara haji dan dana abadi umat.
Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dana haji itu nantinya akan dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang baru saja dibentuk pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring dengan terbentuknya BPKH, pemerintah pun menaruh harapan pada pengelolaan dana haji. Dana haji yang bersifat jangka panjang, diharapkan dapat dinvestasikan, antara lain pada proyek infrastruktur yang memiliki risiko rendah dan imbal hasil yang cukup bagus. Namun, usulan tersebut menyebabkan timbulnya polemik di masyarakat.
 Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi Data Jumlah Jamaah dan Dana Haji |
Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, polemik yang berkembang di tengah masyarakat terjadi karena sebagian masyarakat belum memahami perbedaan konsep investasi dan belanja.
"Banyak yang menangkap kalau pokok dana haji langsung dipakai untuk infrastruktur, ini enggak pas menurut saya. Yang benar, dana haji itu diinvestasikan seperti dana haji ditempatkan pada bank syariah atau dibelikan sukuk dengan tujuan agar nilai uangnya tidak habis," tutur Bambang saat ditemui di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Selasa (1/8).
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) ini, karakteristik dana haji klop dengan karakteristik proyek infrastruktur yang sama-sama bersifat jangka panjang
"Dana haji itu adalah long-term funding, infratruktur adalah
long term project. Namanya
long term project yang paling bagus membiayai adalah
long term funding," ujarnya dalam kesempatan berbeda.
Tentu dalam penempatan dana haji, menurut dia, BPKH tidak boleh sembarangan dalam memilih proyek infrastruktur. Proyek-proyek infrastruktur yang pasti memberikan imbal hasil menjadi proyek infrastruktur sasaran, misalnya, proyek pembangunan pembangkit listrik yang sudah pasti akan dibeli oleh PT PLN.
Jika dana haji bisa dikelola dengan baik, lanjut Bambang, pada akhirnya jemaah haji yang akan diuntungkan. Pasalnya, negara bisa menggunakan imbal hasil dari investasi untuk peningkatan pelayanan haji. Terlebih, Indonesia merupakan negara dengan jamaah haji yang besar.
Selama ini, mayoritas dana haji ditempatkan pada bank syariah dalam bentuk deposito yang memberikan bagi hasil (nisbah) bergantung pada pendapatannya. Salah satu bank yang mendapat jatah penempatan dana haji adalah PT BNI Syariah. Per akhir Juli 2017, sekitar Rp8 triliun dana haji diparkir pada anak usaha PT Bank Negara Indonesia Tbk ini. Adapun rata-rata nisbah ada di kisaran 6,5 persen per tahun.
"Kenapa di deposito? Karena Departemen Agama berusaha mengoptimalkan
return (imbal hasil). Bagi hasil produk simpanan kami yang paling tinggi saat ini adalah deposito," tutur Direktur BNI Syariah Dhias Widhiyati kepada CNNIndonesia.com.
Dhias mengungkapkan, dana haji yang disetorkan oleh masyarakat merupakan dana umat, sehingga dalam pengelolaannya sebaiknya memberikan manfaat bagi kemaslahatan umat dan berdasarkan prinsip syariah.
Selain ditempatkan pada bank syariah, sebagian dana haji juga sudah diinvestasikan di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dalam bentuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) sejak 2011 lalu. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) melansir, total penerbitan SBSN dalam bentuk SDHI hingga 21 Juli 2017 sebesar Rp36,69 triliun.
Adiwarman Karim, Praktisi keuangan syariah sekaligus anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkapkan, secara portofolio, penempatan dana haji dapat dibagi ke dalam tiga jenis. Pertama, dana jangka pendek yang biasanya ditempatkan dalam produk perbankan syariah agar likuid. Lazimnya, penempatan jangka pendek memiliki imbalan yang rendah dibandingkan dua jenis investasi lainnya.
"UU (34/2014) memberi amanat BPKH wajib mengelola dan menyediakan Keuangan Haji yang setara dengan kebutuhan 2 (dua) kali biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (pasal 47). Untuk mengelola risiko nilai tukar dolar, penempatan ini dapat dilakukan dalam mata uang rupiah dan dolar sesuai kebutuhan," jelas Adiwarman secara tertulis.
Kedua, dana jangka menengah yang dapat diinvestasikan dalam bentuk sukuk atau surat berharga syariah lainnya. Lazimnya dana ini mempunyai jangka waktu investasi 3 tahun hingga 7 tahun. Sukuk negara untuk infrastruktur merupakan salah satu pilihan. Dengan perhitungan cermat, investasi dapat dilakukan pada sukuk negara rupiah dan sukuk negara dolar. Penempatan jangka menengah ini memiliki imbalan lebih tinggi daripada jenis pertama.
Ketiga, dana jangka panjang dapat diinvestasikan dalam saham yang diperdagangkan, mezzanine, reverse mezzanine atau sejenisnya yang syariah, baik yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kegiatan haji. Ini menurut dia, merupakan pemahaman “investasi langsung dan investasi lainnya” dalam pasal 48 UU 34/2014.
Adapun emas, meskipun bersifat likuid, masuk pada investasi jangka panjang karena memiliki jangka waktu investasi yang menguntungkan berada pada kisaran 8 tahun hingga 10 tahun. Penempatan jangka panjang ini memiliki imbalan tertinggi dibandingkan jenis pertama dan kedua.
Menurut Adi, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH Yang masuk Daftar Tunggu sebenarnya telah memberikan empat pedoman penggunaan dana haji yang jelas dan diterjemahkan dalam UU Nomor 34/2014.
Pertama, dana setoran haji adalah milik pendaftar (calon haji). Kedua, dana tersebut boleh di tasharrufkan untuk hal-hal yang produktif, antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk. Ketiga, hasil penempatan atau investasi merupakan milik calon haji, sedangkan pemerintah sebagai pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar atau tidak berlebihan. Keempat, dana tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan apapun, kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.
Adapun dalam pasal 48 UU 34/2014, penempatan dan/atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya.
Pengelolaan dana haji, menurut Adi,juga bisa belajar dari pengelolaan investasi dana kekayaan
(sovereign wealth fund/ SWF) negara lain yang memiliki karakteristik bersifat jangka panjang, berjumlah masif dengan risiko minimal. Belajar dari pengelolaan SWF ini, dana haji dapat membantu keperluan pembiayaan pembangunan airport, pelabuhan, jalan tol, properti akomodasi jamaah haji, bahkan pembelian pesawat terbang yang semuanya terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan haji.
Instrumen keuangan nya pun tidak terbatas pada sukuk negara dalam jangka menengah, dapat juga berupa
real estate investment trust syariah (REITS) negara dan
infrastructure investment trust syariah (IITS) negara bila diterbitkan di kemudian hari. Saat ini, aturan mengenai REITS dan IITS tengah digodok oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan DSN MUI.
"Dana-dana milik pemerintah jenis (SWF) ini di berbagai negara dikelola secara professional dan
prudent. Enam yang terbesar yaitu Norwegia US$922 milyar, China US$813 milyar, Abu Dhabi US$828 milyar, Kuwait US$524 milyar, Saudi US$514 milyar dolar, dan Hongkong US$456 milyar," jelasnya. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengungkapkan, meskipun berpotensi menghasilkan imbal hasil yang tinggi, investasi dana haji pada proyek infrastruktur memiliki risiko. Pertama, return proyek infrastruktur komersial, seperti jalan tol, biasanya berjangka panjang. Dalam kasus proyek non komersil, misalnya jembatan atau jalan raya, tentu agak sulit mencari untung. Sementara tujuan utama investasi dana haji adalah untuk diputar di sektor yang produktif alias rate of returnnya tinggi.
Kedua, terkait dengan risiko operasional di mana proyek infrastrukturnya terkendala urusan teknis yang menyebabkan penyelesaian proyek mundur atau bahkan mangkrak. Di Indonesia, banyak proyek infrastruktur yang molor karena pembebasan lahannya belum rampung.
"Jadi penggunaan dana haji ini harus benar-benar diawasi. Kasus di Malaysia, dari total dana haji 20 persennya memang untuk konstruksi, tapi tidak selalu infrastruktur. Mereka lebih memilih untuk bangun properti, seperti apartemen atau hotel baik di Mekkah maupun di malaysia yang return-nya jelas tinggi," jelas Bhima.
Ke depan, tajamnya sorotan penggunaan dana haji diharapkan bisa membuat BPKH bekerja dengan sebaik-baiknya, sehingga bisa meningkatkan pelayanan haji. Terkait langkah yang akan diambil oleh BPKH, anggota mengaku baru akan memaparkan setelah Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait operasional yang telah diajukan.
"Kami akan jelaskan setelah Perpres pedoman operasional BPKH sudah keluar agar
legal standing-nya jelas," tutur Anggota Badan Pelaksana BPKH Benny Witjaksono saat dihubungi CNNIndonesia.com.