ANALISIS

Untung dan Buntung Investasi Dana Haji ke Infrastruktur

CNN Indonesia
Rabu, 02 Agu 2017 12:35 WIB
Polemik terkait investasi dana haji pada proyek infrastruktur berkembang karena sebagian masyarakat dinilai belum paham perbedaan konsep investasi dan belanja.
(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Adiwarman Karim, Praktisi keuangan syariah sekaligus anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkapkan, secara portofolio, penempatan dana haji dapat dibagi ke dalam tiga jenis. Pertama, dana jangka pendek yang biasanya ditempatkan dalam produk perbankan syariah agar likuid. Lazimnya, penempatan jangka pendek memiliki imbalan yang rendah dibandingkan dua jenis investasi lainnya.

"UU (34/2014) memberi amanat BPKH wajib mengelola dan menyediakan Keuangan Haji yang setara dengan kebutuhan 2 (dua) kali biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (pasal 47). Untuk mengelola risiko nilai tukar dolar, penempatan ini dapat dilakukan dalam mata uang rupiah dan dolar sesuai kebutuhan," jelas Adiwarman secara tertulis.

Kedua, dana jangka menengah yang dapat diinvestasikan dalam bentuk sukuk atau surat berharga syariah lainnya. Lazimnya dana ini mempunyai jangka waktu investasi 3 tahun hingga 7 tahun. Sukuk negara untuk infrastruktur merupakan salah satu pilihan. Dengan perhitungan cermat, investasi dapat dilakukan pada sukuk negara rupiah dan sukuk negara dolar. Penempatan jangka menengah ini memiliki imbalan lebih tinggi daripada jenis pertama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketiga, dana jangka panjang dapat diinvestasikan dalam saham yang diperdagangkan, mezzanine, reverse mezzanine atau sejenisnya yang syariah, baik yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kegiatan haji. Ini menurut dia, merupakan pemahaman “investasi langsung dan investasi lainnya” dalam pasal 48 UU 34/2014.

Adapun emas, meskipun bersifat likuid, masuk pada investasi jangka panjang karena memiliki jangka waktu investasi yang menguntungkan berada pada kisaran 8 tahun hingga 10 tahun. Penempatan jangka panjang ini memiliki imbalan tertinggi dibandingkan jenis pertama dan kedua.

Menurut Adi, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH Yang masuk Daftar Tunggu sebenarnya telah memberikan empat pedoman penggunaan dana haji yang jelas dan diterjemahkan dalam UU Nomor 34/2014.
Pertama, dana setoran haji adalah milik pendaftar (calon haji). Kedua, dana tersebut boleh di tasharrufkan untuk hal-hal yang produktif, antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk. Ketiga, hasil penempatan atau investasi merupakan milik calon haji, sedangkan pemerintah sebagai pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar atau tidak berlebihan. Keempat, dana tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan apapun, kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.

Adapun dalam pasal 48 UU 34/2014, penempatan dan/atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya.
Pengelolaan dana haji, menurut Adi,juga bisa belajar dari pengelolaan investasi dana kekayaan (sovereign wealth fund/ SWF) negara lain yang memiliki karakteristik bersifat jangka panjang, berjumlah masif dengan risiko minimal. Belajar dari pengelolaan SWF ini, dana haji dapat membantu keperluan pembiayaan pembangunan airport, pelabuhan, jalan tol, properti akomodasi jamaah haji, bahkan pembelian pesawat terbang yang semuanya terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan haji.

Instrumen keuangan nya pun tidak terbatas pada sukuk negara dalam jangka menengah, dapat juga berupa real estate investment trust syariah (REITS) negara dan infrastructure investment trust syariah (IITS) negara bila diterbitkan di kemudian hari. Saat ini, aturan mengenai REITS dan IITS tengah digodok oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan DSN MUI.

"Dana-dana milik pemerintah jenis (SWF) ini di berbagai negara dikelola secara professional dan prudent. Enam yang terbesar yaitu Norwegia US$922 milyar, China US$813 milyar, Abu Dhabi US$828 milyar, Kuwait US$524 milyar, Saudi US$514 milyar dolar, dan Hongkong US$456 milyar," jelasnya.

Investasi di Proyek Infrastruktur Punya Risiko

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER