Jakarta, CNN Indonesia -- Rilis kinerja keuangan emiten properti semester I 2017 berhasil mendorong indeks saham sektor tersebut melaju di teritori positif sepanjang pekan lalu. Bahkan, penguatan ini terjadi di tengah pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sebanyak delapan dari 10 sektor tercatat melemah. Artinya, hanya ada dua sektor yang bergerak menguat pada pekan lalu, yaitu sektor properti dan infrastruktur yang masing-masing menguat 1,79 persen dan 0,55 persen.
Dengan begitu, indeks saham sektor properti telah mengalami penguatan dalam dua pekan berturut-turut. Adapun, penguatan yang terjadi pada pekan lalu lebih tinggi dari pekan sebelumnya yang hanya 1,14 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Investasi Saran Mandiri Hans Kwee melihat, pelaku pasar merespons positif raihan laba bersih emiten properti pada paruh pertama tahun ini. Sebagian besar pelaku pasar pun ramai melakukan aksi beli pada saham berbasis properti.
"Laba membaik menjadi pendorong yang cukup bagus, beberapa ada yang double digit pertumbuhannya," kata Hans kepada
CNNIndonesia.com, akhir pekan lalu.
Memang, sebagian laporan keuangan emiten properti yang sudah rilis menunjukan pertumbuhan yang positif, baik dari segi pendapatan maupun laba bersih. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh
CNNIndonesia.com, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) membukukan pertumbuhan laba bersih yang signifikan.
Laba bersih perusahaan tembus Rp2,01 triliun, atau mengalami kenaikan hingga 144,59 persen sepanjang semester I 2017 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp821,8 miliar.
Sementara, perusahaan meraup pendapatan bersih sebesar Rp4,21 triliun. Angka itu hanya tumbuh 46,68 persen dari sebelumnya Rp2,87 triliun.
Selanjutnya, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) tercatat tumbuh 99,02 persen dari sisi laba bersih. Perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp48,8 miliar dari sebelumnya Rp24,52 miliar. Hal ini didorong oleh penjualan bersih perusahaan yang naik 16,01 persen menjadi Rp2,68 triliun.
 (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Kemudian, laba bersih PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI) naik 10,56 persen menjadi Rp601,72 miliar, didorong oleh pertumbuhan pendapatan bersih sebesar 2,94 persen menjadi Rp1,32 triliun.
Perbaikan kinerja lainnya juga terlihat dari laba bersih PT PP Properti Tbk (PPRO) dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang masing-masing mengalami pertumbuhan 2,11 persen dan 0,5 persen.
Menurut Hans, kondisi ini mengindikasikan industri properti yang mulai menggeliat kembali. Penjualan properti yang sebelumnya terus mengalami pelemahan dan stagnan, kini secara perlahan masyarakat mulai kembali pembelian properti atau melakukan investasi di sektor properti.
Senada, analis NH Korindo Securities Bima Setiaji menuturkan, perbaikan kinerja industri properti juga dapat dilihat dari kenaikan harga properti baru (
primary market) sebesar 5,7 persen secara bulanan pada Juli 2017. Sementara, untuk harga properti second (
second market) naik 3,5 persen.
"Tapi berbeda untuk segmen apartemen.
Supply naik sedangkan permintaan tidak," kata Bima.
Bila dilihat secara kuartal, supply apartemen dari kuartal I 2017 hingga kuaral II 2017 tumbuh 87 persen, seiring dengan adanya pemasaran apartemen proyek Meikarta oleh PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). Namun, hal ini tidak diimbangi dengan permintaan pasar yang masih stagnan.
Selanjutnya, ada perbaikan dari sisi pra penjualan (
marketing sales) pada semester I 2017 ini. Bila pada paruh pertama tahun lalu pencapaian
marketing sales emiten properti terhadap target akhir tahun rata-rata hanya sebesar 21 persen, kini mengalami kenaikan menjadi rata-rata 38 persen dari target.
"Kalau dicermati
marketing sales semester I 2017 masih relatif lemah, namun positif dari hal pencapaian target," sambung Bima.
Di sisi lain, analis BNI Securities Maxi Liesyaputra berpendapat, kenaikan yang terjadi pada indeks sektor properti disebabkan harga saham yang sudah terlalu rendah atau sampai pada area jenuh jual.
Dengan harga yang sudah relatif murah tersebut, pelaku pasar pun melakukan akumulasi beli sehingga mendongkrak harga saham properti sepanjang pekan lalu.
"Sentimen positif bisa dibilang belum ada, ini karena harga saham saja yang sudah terlalu turun," ujar Maxi.
Dengan demikian, beberapa emiten properti yang mengalami kenaikan bila diakumulasi sepanjang pekan lalu, yakni PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), Metropolitan Kentjana, dan Summarecon Agung.
Metropolitan Kentjana menjadi emiten yang memiliki kinerja saham tertinggi bila dibandingkan dengan yang lainnya, karena mengalami kenaikan hingga 17,91 persen pada pekan lalu dan berakhir di level Rp28.300 per saham.
Kemudian, Ciputra Development tumbuh 2,89 persen, Lippo Karawaci 2,79 persen, dan Summarecon Agung tumbuh tipis sebesar 1,53 persen.
Sementara itu, Hans menilai, masuknya kembali pelaku pasar ke sektor properti bukan karena harga saham emiten tersebut yang sudah terlalu turun. Artinya, penurunan harga saham berbasis properti belum dapat dikatakan jenuh jual.
"Belum (jenuh jual). Ini pelaku pasar ambil kesempatan saja, ada sentimen positif lalu masuk," jelas Hans.
Bila dilihat, rata-rata pergerakan saham emiten properti sepanjang semester I 2017 memang mengalami penurunan. Misalnya saja, Lippo Karawaci yang turun 8,33 persen dari Rp720 per saham menjadi Rp660 per saham pada perdagangan akhir Juni 2017
Kemudian, harga saham Ciputra Development mengalami koreksi sampai 10 persen dan Summarecon Agung yang turun tipis 1,52 persen. Sementara, khusus Metropolitan Kentjana sendiri berhasil mengalami penguatan meski tipis 0,97 persen. Meski ada pertumbuhan dari sisi kinerja keuangan perusahaan properti pada semester I 2017, tetapi industri properti diprediksi masih melambat hingga akhir tahun.
Lagi-lagi, hal ini disebabkan daya beli masyarakat yang dinilai masih melemah. Sehingga, kapasitas masyarakat untuk membeli properti belum dapat terpenuhi sepenuhnya karena harga properti yang juga semakin menjulang.
"Mulai gerak iya, tapi lambat," kata Hans.
Dengan kondisi ini, Hans melihat, sulit rasanya bagi pertumbuhan kinerja emiten properti bertahan di level
double digit seperti yang terjadi di semester I ini.
"Saya tidak yakin akan
double digit lagi," imbuhnya.
Sementara itu, kinclongnya kinerja emiten properti ini diproyeksi tidak akan menjadi sentimen positif jangka panjang bagi pelaku pasar. Umumnya, pelaku pasar akan melihat prospek dari industri tersebut ke depannya.
"Jadi untuk saham biasanya akan ada profit taking (pekan ini). Sentimen laporan keuangan tidak lama," tutur Hans.
Di sisi lain, Bima berpendapat, kebijakan pemerintah sendiri dapat dikatakan sudah mendukung industri properti untuk maju. Misalnya saja, rasio DP Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sekitar 5 persen-15 persen untuk rumah pertama dan pajak penjualan properti turun menjadi 2,5 persen dari sebelumnya 5 persen.
"Serta perizinan untuk KPR rumah kedua pun berpotensi menjadi pendorong minat beli properti," jelas Bima.