Meski ada pertumbuhan dari sisi kinerja keuangan perusahaan properti pada semester I 2017, tetapi industri properti diprediksi masih melambat hingga akhir tahun.
Lagi-lagi, hal ini disebabkan daya beli masyarakat yang dinilai masih melemah. Sehingga, kapasitas masyarakat untuk membeli properti belum dapat terpenuhi sepenuhnya karena harga properti yang juga semakin menjulang.
"Mulai gerak iya, tapi lambat," kata Hans.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan kondisi ini, Hans melihat, sulit rasanya bagi pertumbuhan kinerja emiten properti bertahan di level
double digit seperti yang terjadi di semester I ini.
"Saya tidak yakin akan
double digit lagi," imbuhnya.
Sementara itu, kinclongnya kinerja emiten properti ini diproyeksi tidak akan menjadi sentimen positif jangka panjang bagi pelaku pasar. Umumnya, pelaku pasar akan melihat prospek dari industri tersebut ke depannya.
"Jadi untuk saham biasanya akan ada profit taking (pekan ini). Sentimen laporan keuangan tidak lama," tutur Hans.
Di sisi lain, Bima berpendapat, kebijakan pemerintah sendiri dapat dikatakan sudah mendukung industri properti untuk maju. Misalnya saja, rasio DP Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sekitar 5 persen-15 persen untuk rumah pertama dan pajak penjualan properti turun menjadi 2,5 persen dari sebelumnya 5 persen.
"Serta perizinan untuk KPR rumah kedua pun berpotensi menjadi pendorong minat beli properti," jelas Bima.