Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) bagi aparatur sipil negara tak terasa optimal mendongkrak konsumsi rumah tangga pada kuartal kedua ini. Buktinya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tak mampu menyentuh lima persen atau jauh lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya, meski ada momentum ramadan dan lebaran.
"Saya
concern (khawatir) dengan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhannya pada kuartal II cuma 0,01 persen dari kuartal I, namun masih kurang dari 5 persen. Ini berarti, tidak bisa jadi mesin pertumbuhan sampai akhir tahun," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/8).
Tak cuma itu, kata Bhima, dorongan belanja pemerintah juga dirasa masih suam-suam kuku. Namun demikian, sekadar informasi, belanja pemerintah pada kuartal II 2017 masih tercatat tumbuh dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu mencapai Rp493,29 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 sebesar 5,01 persen. Pencapaian ini sama persis dengan pertumbuhan ekonomi kuartal sebelumnya. Namun, lebih rendah ketimbang periode yang sama tahun lalu, yakni 5,18 persen.
"Kalau konsumsi rumah tangga tumbuh tidak mencapai 5 persen dan dorongan belanja pemerintah masih kurang juga, target pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun sebesar 5,2 persen sulit tercapai. Maksimal proyeksi 5,1 persen, itu pun sudah bagus," terang Bhima.
Adapun, dua faktor yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi kuartal II, menurut dia, terkait investasi dan ekspor. BPS mencatat kinerja perdagangan berbuah surplus US$7,63 miliar yang berasal dari nilai ekspor sebesar US$72,33 miliar atau meningkat 9,6 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu,
Catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga menyebut, nilai investasi kuartal II sebesar Rp170,7 triliun atau naik 12,7 persen dibandingkan kuartal II 2016. Sehingga, kumulatif investasi semester I 2017 mencapai Rp336,7 triliun atau 49,6 persen dari total target sebesar Rp678,8 triliun.
"Jika mau mencapai pertumbuhan ekonomi sesuai target, pemerintah harus membenahi harga-harga yang diatur pemerintah (administered price) agar tidak lagi ya, termasuk juga harga-harga barang volatile foods. Ini kekhawatirannya besar karena harga minyak mentah terus naik," pungkasnya.
(bir)