Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak ditutup 1 persen lebih tinggi pada perdagangan Rabu (9/8), setelah laporan mengatakan bahwa persediaan minyak AS anjlok meski produksi kilang Amerika Serikat (AS) sempat mencapai rekor tertingginya.
Dikutip dari
Reuters, Energy Information Administration (EIA) menuturkan bahwa persediaan minyak melemah 6,5 juta barel pada pekan lalu atau lebih tajam dibanding ekspektasi sebelumnya yaitu 2,7 juta barel.
Adapun, kilang AS memproses hampir 17,6 juta barel minyak, melebihi angka bulan Mei dan pekan-pekan lainnya sejak data Departemen Energi dimulai tahun 1982
Akibatnya, harga minyak Brent menguat US$0,56 ke angka US$52,70 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) meningkat US$0,39 ke angka US$49,56 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, persediaan bensin malah meningkat 3,4 juta barel atau berbanding terbalik dengan perkiraan analis yang meramal bahwa persediaan minyak bisa turun 1,5 juta barel.
Meski begitu, penurunan persediaan minyak yang tajam ini diharapkan bisa membantu pemangkasan produksi yang dijalankan organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) untuk memulihkan harga minyak.
Sebagai informasi, OPEC, Rusia, dan beberapa negara non-OPEC lainnya memangkas produksi 1,8 juta barel per hari hingga bulan Maret 2018 mendatang. Sayang, penambahan produksi dari Nigeria dan Libya dianggap mempersulit upaya tersebut. Adapun, kedua negara yang dimaksud dikecualikan dari kebijakan potong produksi tersebut.
Pejabat OPEC telah mengadakan pertemuan pada pekan ini di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab untuk membicarakan pemangkasan produksi. Di dalam pernyataan pasca pertemuan, organisasi kartel minyak itu sepakat untuk meningkatkan tingkat kepatuhannya dalam pembatasan produksi.
Sejauh ini, negara pentolan OPEC, Arab Saudi sudah memiliki niat untuk menghilangkan kelebihan produksi minyak dehgan memotong alokasi ekspor September ke angka 520 ribu barel per hari.