Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencermati kemungkinan tertahannya laju investasi dan konsumsi menjelang pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) tahun 2019.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, aksi investor maupun konsumen menahan uang dipengaruhi oleh cara pandang investor terhadap perekonomian global, perekonomian domestik, hingga kondisi politik.
"Kalau politiknya aman-aman, dia (investor) akan senang hati melakukan investasi tetapi kalau dia merasa uangnya tidak aman, ya sudah uangnya ditaruh di bank," tutur pria yang akrab disapa Kecuk ini di Gedung DPR, Senin (14/8).
Hal itu tercermin dari kondisi saat ini, di mana masyarakat menengah ke atas cenderung menahan konsumsinya dan mengalihkan sebagian pendapatannya ke tabungan karena dipicu oleh ketidakpastian global. Artinya, meskipun daya beli masyarakat relatif masih tumbuh namun masyarakat mengurangi konsumsinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini membuat pertumbuhan konsumsi pada semester pertama tahun ini hanya melaju 4,95 persen secara tahunan (yoy) atau naik tipis dibandingkan periode yang sama tahun lalu 4,94 persen. Jika hal ini terus berlanjut, menurut dia, laju konsumsi bisa tertahan dan akan memberikan sentimen negatif pada investor yang hendak berinvestasi.
Untuk itu, menurut dia, upaya untuk menjaga kestabilan iklim politik menjelang pesta demokrasi penting dilakukan.
Jika pemerintah mampu menjaga situasi kondusif, gelaran pemilu bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi, terutama pada indikator Pengeluaran Konsumsi Lembaga
Non Profit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNRPT).
Hal itu terlihat saat pemilihan kepala daerah serentak di 101 provinsi maupun kabupaten/kota pada 15 Februari lalu. Gelaran tersebut membuat, indikator PK-LNPRT kuartal I 2017 tumbuh 8,02 persen secara tahunan atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen.