Jakarta, CNN Indonesia -- PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo kembali memperluas portofolio bisnis asuransi pangan. Setelah padi, Jasindo pekan lalu telah mengantongi izin pemasaran produk asuransi usaha tani jagung dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Operasi Ritel Jasindo Sahata L. Tobing mengungkapkan produk asuransi pangan sejalan dengan program ketahanan pangan yang tengah digalakkan oleh pemerintah.
Dengan perlindungan untuk tanaman jagung, lanjut Sahata, kucuran pembiayaan dari bank ataupun lembaga pembiayaan kepada petani bisa semakin deras. Hal itu akan mendorong perkembangan industri jagung. Pada akhirnya, perekonomian di beberapa daerah penghasil komoditas jagung bisa lebih maju.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di beberapa negara, jagung telah menjadi industri. Indonesia belum menjadi industri, masyarakat baru sampai pada pola sederhana," tutur Sahata saat ditemui di Pacific Place Jakarta, akhir pekan lalu.
Tak hanya itu, produk asuransi jagung juga akan membantu pemerintah mengumpulkan data-data pertanian yang lebih akurat sehingga bisa mengambil kebijakan yang lebih baik ke depan.
Dari sisi bisnis, jagung memiliki potensi besar karena variasi pengolahan jagung yang beragam. Selain menjadi bahan makanan pokok masyarakat di daerah kering, jagung juga merupakan bahan baku untuk berbagai jenis industri, salah satunya pakan ternak.
Bagi petani, tanaman jagung bisa menjadi tanaman pengganti maupun pelengkap tanaman padi di daerah-daerah tertentu. Dengan demikian, petani bisa mendiversifikasi tanamannya.
Setelah jagung, lanjut Sahata, perseroan juga berencana meluncurkan produk asuransi usaha tani tebu dan hortikultura.
Kepala Unit Usaha Pertanian dan Mikro Pemerintah Jasindo Ika Dwinita S menambahkan asuransi usaha tani jagung memiliki masa pertanggungan satu hari hingga 120 hari atau empat bulan masa tanam.
"Manfaat produk yang diberikan berupa pertanggungan kerusakan fisik dan/atau kerugian pada tanaman jagung yang secara langsung disebabkan oleh banjir, kekeringan, maupun organisme penggangu tumbuhan yang terdiri dari hama tanaman penggerek tongkok, penggerek batang, lalat bibit, tikus, ulay grayak; dan penyakit tanaman bulai, busuk tongkol, busuk pelepah, busuk batang, dan virus mosaik kerdil," ujar Ika di tempat yang sama.
Nilai premi adalah 2 persen dari harga pertanggungan dan dibayarkan secara sekaligus. Dengan asumsi rata-rata biaya produksi jagung adalah Rp6 juta per hektar maka besaran premi yang dibayarkan adalah Rp120 ribu.
"Hingga akhir tahun kami menargetkan premi asuransi jagung bisa mencapai Rp4 miliar," ujar Ika.
Adapun besaran uang pertanggungan minimal Rp5 juta per hektar dan maksimal sesuai harga pertanggungan atau biaya produksi.
Saat ini, lanjut Ika, perseroan masih mempersiapkan rencana pemasaran produk di daerah sasaran sentra penghasil jagung seperti Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Diperkirakan, asuransi bisa mulai dimanfaatkan petani pada akhir September.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tahun 2015, produksi jagung mencapai 19,61 juta ton dengan luas panen 3,79 juta hektar.