Jakarta, CNN Indonesia -- Kemampuan pemerintah dalam mengelola utang pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih jauh dari kata ideal. Ini terlihat dari keseimbangan primer dalam anggaran pemerintah yang hingga tahun depan masih diproyeksi mengalami defisit.
Keseimbangan primer adalah penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. Hampir setiap tahun defisit keseimbangan primer terus mengalami peningkatan. Pada 2014 misalnya, defisit keseimbangan primer tercatat sebesar Rp83,3 triliun. Kemudian meningkat pada 2015 menjadi Rp136,1 triliun dan turun menjadi Rp122,5 triliun pada 2016. Adapun, pada tahun ini defisit keseimbangan primer diproyeksi mencapai Rp144 triliun.
 Defisit Keseimbangan Primer APBN dari Tahun ke Tahun. (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi). |
Meningkatnya defisit keseimbangan primer pun menyisakan beban yang signifikan dalam perencanaan anggaran tahun berikutnya dalam bentuk beban bunga utang yang harus dibayar. Pada tahun ini, pemerintah memperkirakan pembayaran bunga utang mencapai Rp Rp218,57 triliun, naik dibanding tahun lalu Rp182.8 triliun.
Adapun, secara keseluruhan, negara diproyeksi akan mengalami defisit anggaran sekitar Rp362,88 triliun atau 2,67 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini. Defisit terjadi seiring penerimaan negara dan belanja negara tahun ini yang diproyeksi masing-masing sebesar Rp2.098 triliun dan Rp1.736 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga Juli 2017, utang pemerintah pusat telah menyentuh angka Rp3.779,98 triliun. Jumlah tersebut naik Rp73,46 triliun, dari posisi Juni 2017 sebesar Rp3.706,52 triliun.
Adapun merujuk data Bank Indonesia (BI), pada kuartal dua tahun ini, posisi utang luar negeri Indonesia tercatat US$ 335,3 miliar atau setara Rp 4.478,9 triliun. Angka utang itu menanjak 2,9 persen dari periode sama tahun lalu. Berdasar kelompok peminjam, terdiri dari sektor publik dan swasta. Utang publik tercatat US$ 170,3 miliar atau 50,8 persen dan sektor swasta terkumpul US$ 165 miliar atau 49,2 persen.
Berdasarkan rencana 2018, pemerintah bakal menambah utang senilai Rp 399 triliun. Tabulasi utang tambahan itu akan semakin memberatkan langkah pemerintah. Apalagi, fasilitas pinjaman tersebut bukan untuk kebutuhan investasi semata. Tetapi, untuk menutupi bunga utang.
Situasi itu dalam industri pasar modal sangat tidak disukai investor. Bahkan menjadi bukti dan petunjuk kalau pemerintah tidak efisien dalam mengelola keuangan hasil pinjaman.
Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun mengatakan, tingginya utang pemerintah bisa mengancam stabilitas keuangan negara di masa yang akan datang, apalagi setiap bulannya utang pemerintah mengalami peningkatan.
"Pemerintah mengelola utang secara produktif, tapi keseimbangan primer masih negatif. Artinya, kita masih terbitkan utang baru untuk bayar bunganya," kata Misbakhun, Sabtu (26/8).
Dia menyebutkan, jika dalam struktur APBN pos keseimbangan primernya masih negatif, maka artinya utang yang diterbitkan pemerintah masih belum dapat menyelesaikan persoalan utang secara menyeluruh.
"Jadi gali lubang tutup lubang, itu masih belum mampu atasi pokoknya," tegas dia.
Kendati demikian, Politisi dari Partai Golkar ini mengaku, utang yang dilakukan pemerintah saat ini kebanyakan digunakan untuk kegiatan yang produktif. Apalagi rasio utang pemerintah terhadap PDB masih dalam posisi yang terkendali yakni 27 persen.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyebutkan, beban bunga utang membuat ruang fiskal menjadi sangat berat. Ia memaklumi dengan kondisi banyaknya proyek infrastruktur yang tengah digarap , tetapi pada saat yang bersamaan ada utang jangka pendek dan menengah yang mengancam keuangan negara.
”Belum lagi, belanja pemerintah banyak terserap untuk pegawai negeri, mayoritas terserap pada semester kedua,” kata Enny.
Enny juga berharap pemerintah bisa melepas ketergantungan BUMN pada keuangan negara. BUMN harus didorong untuk berdiri secara mandiri dan tidak menunggu kecuran dana dari pemerintah. Cara itu, bisa dilakukan dengan mempertegas skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS).
”Mendorong BUMN mendiri dan mempertegas skema KPS,” sarannya.
Sebelumnya dalam pidato nota keuangan 2018, Presiden Joko Widodo menyebut defisit keseimbangan primer tahun depan direncanakan mengalami penurunan dibandingkan tahun ini. Dalam RAPBN 2018, tingkat keseimbangan primer diprediksi menurun menjadi Rp 78,4 triliun.
Jokowi menambahkan, untuk membiayai defisit anggaran dalam RAPBN 2018, pemerintah akan memanfaatkan sumber pembiayaan dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
"Dalam bentuk pinjaman atau utang yang akan dikelola dengan berhati-hati dan bertanggungjawab sesuai dengan standar pengelolaan internasional," jelasnya.
Pinjaman tersebut, menurut Jokowi, akan digunakan untuk kegiatan yang produktif yang mendukung program pembangunan nasional. Adapun program pembangunan yang diprioritaskan pemerintah dalam RAPBN 2018 mencakup bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, serta pertahanan dan keamanan.
Melanjutkan penjelasan mengenai defisit anggaran, Jokowi mengatakan bahwa rasio utang terhadap PDB akan dijaga di bawah tingkat yang diatur dalam keuangan negara. Rasio utang akan dikelola secara transparan dan akuntabel.
"Serta akan diminimalkan risikonya pada stabilitas perekonomian di masa sekarang dan yang akan datang," terangnya.
(agi)