Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut, PT Freeport Indonesia telah menyetor dividen kepada negara sebesar US$24 juta atau setara Rp319,2 miliar pada tahun ini. Dividen tersebut merupakan dividen yang diumumkan serta dibayarkan sebelum perusahaan selesai membukukan keuntungan tahunan atau dividen interim.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu telah kembali menyetor dividen setelah lima tahun absen memasok penerimaan ke kantong negara.
"Engga (bayar lima tahun). Baru tahun ini ada dividen. Sudah ada, US$24 juta. Itu sudah masuk interim tahunan," ujar Aloy di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (30/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Besaran dividen tersebut sebenarnya terbilang kecil dibandingkan dividen yang disetorkan Freeport setiap tahunnya sebelum absen menyetorkan dividen. Setoran dividen perusahaan tambang tersebut dulu mencapai kisaran Rp1,5 triliun, kendati pemerintah hanya memiliki 9,36 persen saham.
Sayang, Aloy enggan menjelaskan. Namun menurutnya, setidaknya sudah ada dividen intermin yang diberikan Freeport, sehingga nilainya bisa saja bertambah.
Sementara, untuk di tahun depan, Aloy belum bisa memberi proyeksi berapa besaran dividen yang akan disetorkan Freeport kepada negara. Begitu pula dengan proyeksi sumbangan dividen dari Freeport bila nanti telah resmi mendivestasikan sahamnya sebesar 51 persen kepada pemerintah sesuai dengan komitmen yang telah diucap usai diskusi panjang dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Kan minoritas, kami tidak rencanakan berapa besarannya. Tapi ya kami mesti lihat dari kebijakan mayoritas, minoritas hanya ikut," imbuh Aloy.
Selain itu, besaran pasti dividen yang didapat juga bergantung pada seperti apa prospek bisnis perusahaan tambang itu ke depan serta nilai investasi yang akan membantu perusahaan menjalankan bisnisnya.
Adapun setoran dividen terakhir Freeport ke pemerintah sebesar US$202 juta atau sekitar Rp1,76 triliun pada 2011. Sedangkan beberapa tahun terakhir, Freeport tidak memberi dividen dengan alasan bisnis menurun.
Pada 2014 misalnya, perusahaan mengklaim kinerja perusahaan tengah turun, tercermin dari pendapatan yang turun sekitar 25 persen dari US$4,09 miliar menjadi US$3,07 miliar.
Selain itu, di tahun yang sama, perusahaan juga fokus untuk investasi tambang bawah tanah
(underground mining) yang membutuhkan pembiayaan mencapai US$15 miliar.