Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesian Petroleum Association (IPA) diminta bertemu dengan Kementerian Keuangan untuk membahas aspek perpajakan dari rezim kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC)
Gross Split.
Wakil Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan usulan IPA terkait pajak
Gross Split kepada Kemenkeu.
"Kami sudah sampaikan concern IPA terkait ke pajak Gross Split ke Kemenkeu. Lebih baik IPA bicara dulu ke Kemenkeu," paparnya di Jakarta, Jumat (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, semakin cepat IPA berbicara ke Kemenkeu, maka Peraturan Pemerintah terkait pajak
Gross Split bisa segera terbit. Hal ini sangat penting dalam menentukan periodisasi lelang 15 Wilayah Kerja (WK) migas yang dibuka Mei lalu.
Pemerintah saat ini melelang WK migas yang seluruhnya dikelola menggunakan PSC
Gross Split. Adapun, tenggat waktu pembelian dokumen lelang akan ditutup pekan depan. Jika PP perpajakan
Gross Split sudah keluar, maka pemerintah bisa memperpanjang jangka waktu lelang migas.
"Masalah perpanjang WK migas atau tidak pada pekan depan, kami masih belum tahu sampai IPA bertemu dengan Kemenkeu," jelasnya.
Sementara itu, Presiden IPA Christina Verchere mengatakan, asosiasi sangat berminat menemui Kementerian Keuangan. Bahkan, pertemuan dengan instansi pimpinan Sri Mulyani ini sudah diagendakan pada Selasa pekan depan.
Menurutnya, masalah pajak perlu didiskusikan karena menjadi salah satu faktor penentu bagi investor untuk memilih PSC
Gross Split. PSC
Gross Split merupakan kontrak bagi hasil produksi baru yang menggantikan rezim PSC
cost recovery melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017.
Gross Split merupakan skema bagi hasil produksi migas berdasarkan prinsip gross tanpa pemulihan biaya operasi.
"Pada akhirnya, baik Gross Split maupun perpajakan akan mempengaruhi keekonomian proyek migas," ungkap perempuan yang juga menjabat sebagai Asia Pacific Regional President British Petroleum ini.
Sistem
gross split ini berbeda dengan PSC
cost recovery, di mana
split antara pemerintah dan kontraktor akan dilakukan setelah produksi bruto dikurangi produksi tertentu dari sebuah blok migas (First Tranche Petroleum/FTP) dan pemulihan biaya produksi migas yang dikeluarkan kontraktor.
Adapun, pemerintah telah mengatur sisi perpajakan bagi sektor hulu migas di dalam PP Nomor 27 Tahun 2017 sebagai revisi atas PP Nomor 79 Tahun 2010. Namun, peraturan ini hanya diberlakukan bagi seluruh kontrak bagi hasil yang berbentuk PSC
Cost Recovery saja. Padahal, peraturan perpajakan bagi
Gross Split dibutuhkan mengingat seluruh kontak bagi hasil kedepannya menggunakan PSC
Gross Split.