Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut perhitungan tarif pajak royalti penulis tak bisa dibuat final seperti yang saat ini berlaku untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Menurut dia, tarif pajak final justru memberi potensi kerugian pada penulis, khususnya bagi penulis yang tidak berhasil mendulang keuntungan dari penjualan buku.
Jika menggunakan perhitungan pajak final, penulis yang untung maupun rugi tetap wajib membayar pajak. Seperti diketahui, UMKM dikenakan tarif pajak final sebesar satu persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"UMKM sekarang ini, kalau mereka rugi tetap harus bayar pajak. Seharusnya kalau rugi kan tidak bayar pajak karena habis dimakan biaya (modalnya)," ujar Sri Mulyani di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (12/9).
Selain itu, penerapan tarif pajak sejatinya perlu disesuaikan dengan karakter wajib pajak. Sedangkan, karakter antara profesi dan pelaku UMKM tak bisa disamakan.
"Setiap profesi punya karakter sendiri-sendiri. UMKM dalam hal ini tidak menggunakan pembukuan, maka diberikanlah pajak final satu persen," terang bendahara negara itu.
Sebelumnya, sempat ada aspirasi agar tarif pajak bagi penulis disamakan dengan UMKM yang layak mendapat insentif pajak secara final dan hanya satu persen dari total penghasilan.
Isu pajak penulis bergulir lantaran novelis nasional Tere Liye mengeluhkan tarif pajak tinggi yang dikenakan pemerintah dan penerbit kepada penulis.
Setelah Tere, muncul pula keluhan dari Dewi Lestari. Penulis novel laris Supernova itu bilang, tarif pajak penulis saat ini tinggi dan tidak mencerminkan keadilan, sehingga mencekik penulis.
Selain itu, ia juga mengeluhkan ketidakkonsistenan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam membuat peraturan, yakni terkait pengenaan Norma Penghitungan Pajak Netto (NPPN) sebesar 50 persen kepada penulis.
Namun yang terjadi, beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) justru tidak menerima perhitungan NPPN kepada penulis lantaran dianggap sebagai wajib pajak dengan pendapatan pasif.