Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) memperkirakan anggaran pemulihan biaya operasional hulu minyak dan gas bumi (cost recovery) dapat menyentuh US$10,7 miliar tahun depan. Angka ini melampaui asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2017 sebesar US$10,5 miliar.
Wakil Kepala SKK Migas Sukandar menjelaskan, biaya operasi semakin tinggi sebab makin minyak yang menyebur sudah semakin sedikit. Namun di sisi lain, depresiasi aset hulu migas juga makin membengkak.
Menurutnya,
cost recovery sebesar US$3,1 miliar atau 28,97 persen dari rencana
cost recovery tahun depan hanya akan digelontorkan untuk depresiasi. "Makin hari, produksi ini isinya air, bukan minyak," ujar Sukandar di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (18/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia menuturkan, anggaran
cost recovery tahun depan itu pun sebetulnya sudah ditekan 6,54 persen. Tadinya, SKK Migas malah menganggarkan
cost recovery tahun depan tembus US$11,4 miliar.
Bahkan, ia juga bilang bahwa realisasi
cost recovery di tahun ini kemungkinan akan lebih besar dibandingkan anggarannya. Realisasi
cost recovery akhir tahun bisa mencapai US$10,7 miliar atau meningkat 1,94 persen dari target akhir sebesar US$10,5 miliar.
"Ini pun sudah kami turunkan US$600 jutaan. Jadi, kami harap, ini sudah bisa disetujui Badan Anggaran DPR," ungkapnya.
Tak hanya
cost recovery, namun penerimaan negara dari sektor migas juga diperkirakan akan turun tahun depan. Sebab, pemerintah menurunkan target lifting ke angka 800 ribu barel per hari dari target tahun ini 815 ribu barel per hari.
Diproyeksi, pendapatan negara tahun depan berada di angka US$11,38 miliar atau 6,64 persen di bawah target tahun ini US$12,19 miliar. "Tapi, setidaknya, penerimaan masih di atas
cost recovery yang dikeluarkan," terang Sukandar.
SKK Migas mencatat, realisasi
cost recovery hingga Juli lalu tercatat US$5,87 miliar atau 55,95 persen dari target 2017. Adapun
cost recovery sempat meningkat US$1 miliar di Juli karena tambahan persetujuan biaya pengadaan dan konstruksi (Engineering, Procurement, and Construction/EPC) lapangan Banyu Urip sebesar US$200 juta.
Namun demikian, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyetujui
cost recovery sebesar US$10 miliar atau kebih kecil apabila dibandingkan keinginan regulator hulu migas tersebut.