Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyepakati alokasi pembiayaan negara pada 2018 akan sebesar Rp325,93 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan, nilai itu menurun 17,95 persen dibandingkan porsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2017 yang mencapai Rp397,23 triliun.
Tak hanya berdasarkan nominal, persentase defisit terhadap produk domestik bruto (PDB) pun tercatat menyusut, dari semula 2,92 persen pada APBNP 2017 menjadi 2,19 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan hasil kesepakatan, pembiayaan terdiri dari utang sebesar Rp399,19 triliun. Sebanyak Rp414,7 triliun akan berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Namun, angka ini dikurangi pembayaran cicilan utang sebesar Rp15,5 triliun.
Dia menyampaikan, level pembiayaan masih sesuai dengan skema kebijakan fiskal yang ekspansif. Dia berharap, pembiayaan bisa dialokasikan untuk kegiatan yang lebih produktif.
"Ini diarahkan supaya ekonomi terus produktif dan penggunaannya dikelola hati-hati untuk menjaga keseimbangan makroekonomi," jelas Suahasil di Gedung DPR RI, Senin (25/9).
Nantinya, porsi utang negara akan dikurangi sebesar Rp66,77 triliun guna membayar utang pembiayaan investasi yang tercatat lebih besar dibanding penarikannya. Angka itu sudah memasukkan komponen penjaminan pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur sebesar Rp1,12 triliun.
Beberapa contoh pembiayaan investasi adalah penanaman modal negara (PMN) untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp3,6 triliun, khususnya untuk pengembangan
Light Rail Transit (LRT). Selain itu, penyetoran kepada Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) sebesar Rp35,4 triliun.
"Penjaminan investasi contohnya pembangunan beberapa ruas jalan tol, seperti jalan tol Sumatera dengan ruas Medan-Binjai, Palembang-Indralaya, dan Bakaheuni-Terbanggi Besar dengan penjaminannya Rp284 miliar," paparnya.
Tak hanya pembiayaan investasi, pos utang yang tercatat juga akan dikurangi untuk penerusan pinjaman beberapa lembaga internasional ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pemerintah mencatat, pos penerusan pinjaman bersih ke perusahaan
pelat merah tercatat Rp6,66 triliun.
Adapun, penerusan pinjaman ini akan disalurkan kepada BUMN seperti PT PLN (Persero) untuk melaksanakan 21 proyek senilai Rp5,24 triliun hingga dua proyek PT Pertamina (Persero) sebesar Rp370 miliar.
Penerusan pinjaman paling besar berasal dari Asian Development Bank (ADB) untuk pembangunan
electricity grid milik PLN di Sumatera dengan nilai US$600 juta. Tak hanya itu, pinjaman juga datang dari Bank Dunia untuk
power distribution, dengan jaminan kredit oleh pemerintah.
(lav/lav)