Indef Sebut Indonesia Krisis Paten Akibat Minim Belanja Riset

CNN Indonesia
Kamis, 28 Sep 2017 00:59 WIB
Indef menyebut, setiap satu persen kenaikan jumlah paten yang terdaftar dapat berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,06 persen.
Indef menyebut, setiap satu persen kenaikan jumlah paten yang terdaftar dapat berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,06 persen. (Thinkstock/RidvanArda)
Jakarta, CNN Indonesia -- Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut, Indonesia tengah mengalami krisis paten akibat minimnya belanja riset di tanah air. Dalam dua tahun terakhir, belanja riset Indonesia hanya mencapai 0,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jauh tertinggal dibandingkan Thailand dan Singapura yang sudah mencapai diatas 2,5 persen terhadap PDB.

Ekonom INDEF Barly Martawardayan menuturkan, Indonesia saat ini menghadapi krisis paten. Indonesia menempati urutan ke 103 dari 127 negara dalam hal jumlah paten yang terdaftar. Padahal, menurut dia, terdapat hubungan erat antara jumlah paten yang terdaftar pada suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi.

"Setiap satu persen kenaikan jumlah paten yang terdaftar berkorelasi positif dan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,06 persen," ujar Barly di Jakarta, Rabu (27/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, peningkatan alokasi belanja riset menjadi salah satu fokus rekomendasi yang diberikan pihaknya kepada kementerian keuangan dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Barly juga berharap agar insentif fiskal untuk riset dan pengembangan juga ditingkatkan.

Selain rendahnya belanja riset, Barly menjelaskan, rendahnya jumlah paten yang didaftarkan oleh Indonesia tidak terlepas dari regulasi pemerintah yang belum mendukung dan kualitas SDM yang masih rendah.

Ia juga menyebut permohonan paten di Indonesia memakan waktu yang cukup lama menjadi faktor hambatan lainnya. Menurut Barly, permohonan paten di Indonesia bisa mencapai 4-8 tahun, sedangkan di Singapura hanya butuh waktu 2 -3 tahun.

"Kami berharap agar sistem verifikasinya bisa dipercepat," ucapnya.

Menurutnya, hal tersebut yang harus menjadi fokus bagi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Sementara itu, Direktur Paten, DTLST, dan Rahasia Dagang Kemenkumham Timbul Sinaga juga menilai Indonesia saat ini masih mengalami krisis paten. Ia menyebut, hingga 2016, Indonesia baru mendaftarkan sebanyak 1.470 paten.

Timbul Sinaga menyatakan bahwa Sumber Daya Alam Indonesia masih belum bisa dikelola dengan optimal. Padahal, menurut dia, kesejahteraan masyarakat bisa didorong melalui teknologi - teknologi yang dihasilkan melalui inovasi atau riset tersebut.

"Seharusnya Indonesia sudah mengekspor barang jadi, bukan barang mentahnya lagi." ungkapnya.

Pada 2020, ia pun menargetkan bahwa jumlah permohonan paten di Indonesia meningkat menjadi sekitar 10 ribu paten.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER