Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah menyepakati perubahan postur Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2018.
Di dalam postur yang baru, pemerintah mengerek anggaran belanja dari Rp2.204,4 triliun menjadi Rp2.220,7 triliun. Kenaikan ini terdapat pada pos belanja Kementerian dan Lembaga sebesar Rp25,5 triliun, dan belanja lain-lain sebesar Rp3,5 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan belanja K/L ini diperuntukkan bagi instansi yang mengamankan fungsi politik. Hal itu, utamanya untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 mendatang. Tambahan anggaran disebut juga untuk menunjang pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun meski anggaran bertambah, pemerintah telah mengurangi pagu subsidi listrik, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi dengan volume 3 kg menjadi Rp94,5 triliun dari sebelumnya Rp103,4 triliun.
Hal tersebut disebabkan oleh penurunan alokasi BBM jenis Solar dan turunnya alokasi subsidi listrik akibat perubahan asumsi nilai tukar mata uang.
"Ini untuk Pemilu maupun menunjang kegiatan-kegiatan yang mendesak untuk belanja lainnya. Dan ini akan dibahas di dalam Panitia Kerja (Panja) belanja negara," jelas Sri Mulyani di dalam Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (4/10).
Pemerintah juga mengubah postur penerimaan dari Rp1.878,4 triliun ke angka Rp1.894,7 triliun. Kenaikan penerimaan ini bersumber dari peningkatan Pajak Penghasilan (PPh) migas dari Rp35,9 triliun ke angka Rp38,1 triliun, mengingat perubahan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga naik Rp7,6 triliun karena perubahan asumsi kurs dan extra effort PNBP non-migas sebesar Rp1,2 triliun.
"Selain itu juga ada penerimaan dari berbagai Badan Layanan Umum (BLU)," ungkap Sri Mulyani.
Perubahan anggaran ini membuat keseimbangan primer menjadi minus Rp87,3 triliun dari sebelumnya Rp78,4 triliun. Meski demikian, posisi defisit tetap sama yakni 2,19 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Pemerintah tetap mengharapkan postur APBN 2018 memiliki keseimbangan primer yang walaupun naik, tapi masih lebih kecil dari 2017," paparnya.