Jakarta, CNN Indonesia -- Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku sedang berlomba untuk menggaet investor baru di pasar saham dan mengalahkan pelaku investasi bodong yang agresif menarik dana dari masyarakat.
Direktur Pengembangan Bisnis BEI Nicky Hogan mengatakan, strategi perburuan investor baru itu dilakukan melalui program 'Yuk Nabung Saham!' yang tak hanya berorientasi menggaet investasi dari mahasiswa, tetapi juga turut membidik kalangan pekerja sektor mikro, seperti petani.
"Kami berlomba dengan investasi bodong agar kami bisa masuk lebih dulu (ke petani), supaya tidak banyak yang terkecoh dengan investasi ilegal itu," ujar Nicky, Rabu (4/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nicky menjelaskan, guna menggaet investor dari kalangan petani, BEI menggunakan jurus pendalaman pemahaman (literasi) keuangan, sesuai dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Pemahamannya bahwa investasi tidak mahal, Rp100 ribu bisa beli saham dan reksadana. Lalu, tidak susah, tidak spekulatif, serta beli saham untuk jangka panjang," jelasnya.
Khusus untuk kalangan petani, BEI melancarkan jurus kerja sama dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI yang memiliki kantor cabang hingga pelosok negeri.
"Sebelumnya kami sudah coba gaet petani di Desa Argo Mulyo (Kalimantan). Minggu depan, kami ke Aceh dan Lombok Tengah," katanya.
Hal ini diharapkan mampu membuat masyarakat kalangan pedesaan lebih terbuka dengan investasi saham yang sehat dan tak lagi tergiur investasi bodong yang kerap memberi iming-iming imbal hasil besar dalam waktu kilat.
BEI menargetkan jumlah investor di pasar modal yang saat ini berkisar 600 ribu bisa meningkat hingga 630 ribu pada penghujung 2017, atau tumbuh sekitar 20 persen dibandingkan capaian tahun lalu.
Dari jumlah investor saat ini, Nicky bilang, baru sepertiganya yang benar-benar aktif. Sedangkan kontribusi dari para investor baru dari kalangan menengah ke bawah baru sekitar 5-10 persen.
"Secara nilai tidak besar, petani itu harus tunggu panen baru bisa beli saham. Tapi yang penting, dia tahu kalau investasi itu penting," imbuhnya.
Program penambahan investor tak hanya dilakukan untuk meminimalisir pamor investasi bodong. Namun, meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di pasar modal dan secara nasional.
Berdasarkan data BEI, literasi keuangan di pasar modal baru 3,7 persen pada 2015, dan meningkat ke level 4,4 persen pada 2016. Sedangkan inklusi keuangan tumbuh 1,1 persen pada 2015 menjadi 1,25 persen tahun lalu.
"Bursa ingin sampai ke level inklusi, sehingga tak hanya literasi. Agar tidak ada gap yang jauh antara literasi dan inklusi, sehingga bisa menjadi investor," pungkasnya.
Secara nasional, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan inklusi keuangan yang saat ini hanya sekitar 67,8 persen bisa menembus ke angka 75 persen pada 2019 mendatang.