Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Energi Nasional (DEN) meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memangkas tarif bea masuk bagi produsen Bahan Bakar Nabati (BBN) atau etanol karena pasokan yang masih langka.
Saat ini, penggunaan etanol masih minim, lantaran harganya lebih tinggi dibandingkan Bahan Bakar Minyak (BBM), terutama jenis Pertamax.
Sekretaris Jenderal DEN Saleh Abdurrahman mengatakan, PT Pertamina (Persero) telah menyerap etanol dari berbagai produsen. Sayang, harganya tak kompetitif, sehingga harga jual dari perusahaan pelat merah itu kian tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keterlibatan Menkeu dibutuhkan. Kalau (aturan) diterapkan, apa yang bisa diberikan kepada produsen supaya Pertamina beli (dengan harga) kompetitif," ujar Saleh di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis (12/10).
Pelonggaran kebijakan dari sisi tarif bea masuk dianggap mampu merangsang penggunaan etanol ke depan. Pasalnya, penggunaan etanol merupakan salah satu langkah untuk mencapai target bauran energi sebesar 23 persen dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang dirumuskan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2015-2019.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian juga perlu menyempurnaan kajian dengan dunia usaha.
Hal itu terutama soal kemampuan serapan dari dunia industri otomotif untuk mulai menggunakan etanol sebagai bahan bakar.
DEN mencatat, saat ini penggunaan etanol masih terbatas untuk industri makanan dan minuman (mamin), khususnya untuk kandungan minuman beralkohol.
"Nah, kalau etanol yang food-grade kan seharusnya tidak sama dengan yang fuel-grade dari sisi pajak masuknya. Yang begini kami diskusikan lagi," imbuhnya.
Barter dengan ThailandSelain meminta pemerintah meninjau kembali tarif bea masuk etanol, Dewan Energi melihat, pemerintah juga perlu mengkaji pertukaran hasil dagang dengan negara tetangga, Thailand.
Anggota DEN lainnya, Rinaldy Dalimi bilang, saat ini rencana itu tengah dikaji oleh Kementerian Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan. Sayang, ia belum bisa memberikan proyeksi terkait volume barteran itu.
"Ini tadi diskusinya tidak detail, cuma ada diskusi bahwa kita ada kemungkinan swap sama Thailand. Jadi, Thailand kasih ke kita ethanol, kita kasih ke Thailand biodiesel," terang Rinaldy.
Jika bea masuknya lebih rendah, tentu akan mendukung rencana tersebut dan bisa menjadi stimulus bagi penggunaan etanol di dalam negeri sebagai bahan bakar baru.
Di sisi lain, tak ada rencana kajian pemberian subsidi dari pemerintah untuk penggunaan etanol. "Jadi, diusahakan untuk kasih insentif saja, supaya biaya produksinya rendah," tambahnya.