Jakarta, CNN Indonesia -- Proses dari program pengampunan pajak (tax amnesty) untuk pengalihan saham ke pemilik sesungguhnya masih terus bergulir hingga akhir tahun ini. Hal ini berlaku bagi Wajib Pajak (WP) atau investor yang masih mencatatkan kepemilikan sahamnya atas nama orang lain.
Momen ini terendus oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) akibat transaksi tutup sendiri atau
crossing saham telah beberapa kali dilakukan ditengah banjirnya aksi jual bersih (
net sell) investor asing beberapa waktu terakhir.
BEI mengklaim, jangka waktu pengalihan kepemilikan saham memang masih ditungguh hingga akhir tahun ini. Oleh karena itu, pelaku pasar yang menempatkan asetnya di luar negeri mulai mengembalikan ke dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh
CNNIndonesia.com, pada tahun 2016 terjadi dua kali transaksi
crossing saham. Tepatnya, transaksi terjadi pada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT MNC Land Tbk (KPIG)
Kedua transaksi ini terjadi pada perdagangan Jumat 11 November 2016. Sementara, khusus untuk BCA,
crossing saham mencapai Rp177 triliun dari total transaksi perdagangan di BEI pada hari itu sebesar Rp189 triliun.
Tak berhenti sampai di sana, saham BCA kembali ditransaksikan melalui skema
crossing saham pada Rabu 12 April 2017 sebesar Rp34 triliun. Lagi-lagi, transaksi
crossing saham BCA merajai transaksi yang terjadi pada perdagangan hari itu sebesar Rp42 triliun.
Crossing saham BCA pun terjadi lagi pada perdagangan Senin 8 Mei 2017 dengan total nilai Rp1,4 triliun. Transaksi yang terjadi di pasar negosiasi ini terjadi di level Rp17.900 per saham dengan jumlah saham 790 ribu lot.
Kemudian, pada bulan lalu juga terjadi tiga transaksi
crossing saham dalam satu hari perdagangan. Pada Jumat 8 September 2017, pelaku pasar melakukan
crossing saham pada saham emiten PT Jasa Agra Wattie Tbk (JAWA), PT Nusantara Infrastructure Tbk (META), dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Bila dirinci, total nilai transaksi
crossing saham Jasa Agra senilai Rp665,35 miliar, Nusantara Infrastructure sebesar Rp1,81 triliun, dan Lippo Karawaci Rp1,73 triliun.
Melihat fenomena yang terjadi, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Hamdi Hassyarbaini yakin,
crossing saham yang dilakukan beriringan dengan
net sell asing sebagai indikasi utama masih berlangsungnya proses dari program
tax amnesty.
"
Net sell asing karena proses amnesti pajak itu kan banyak. Tenggat waktu kan Desember 2018. Ada yang beberapa tercatat asing, seolah asing, dia pindahkan ke sesungguhnya," ujar Hamdi, dikutip Rabu (18/10).
BEI memang terlihat mendukung penuh pengalihan aset ke pemilik sesungguhnya. Pasalnya, Bursa yakin, banyak pelaku pasar lokal yang sengaja menggunakan nama asing.
Bahkan, Direktur Utama BEI Tito Sulistio sempat sesumbar, jika seluruh pelaku pasar lokal mengakui asetnya tersebut, maka nilai saham yang dimiliki investor lokal bisa mencapai Rp400 triliun.
Demi mewujudkan itu, BEI pun memberikan diskon untuk setiap biaya transaksi crossing saham sejak Agustus 2016 hingga akhir tahun 2016. Lebih rinci, diskon 45 persen diberikan untuk nilai transaksi pengalihan hak minimal Rp3 triliun - Rp5 triliun.
Sedangkan untuk transaksi Rp1 triliun-Rp3 triliun diberikan diskon 35 persen, transaksi Rp500 miliar - Rp1 triliun diberikan diskon 30 persen, dan untuk yang kurang dari Rp500 miliar diberikan diskon 20 persen.
Kemudian, diskon crossing saham kembali pada aturan semula pada awal tahun ini. Hal itu sesuai dengan SE-00003/BEI/12-2012 terkait kebijakan biaya transaksi di pasar negosiasi yakni, persentase diskon terbesar hanya 25 persen untuk transaksi lebih dari Rp3 triliun.
Kemudian, untuk transaksi lebih dari Rp1 triliun-Rp3 triliun diberikan diskon 20 persen. Lalu untuk transaksi Rp500 miliar-Rp1 triliun diberikan diskon 15 persen, dan untuk transaksi Rp250 miliar-Rp500 miliar hanya diberikan diskon 10 persen.
Merujuk pada kebijakan itu, maka hanya BCA yang berhak menerima insentif dari Bursa untuk transaksi yang dilakukan pelaku pasar pada November tahun lalu.
Setelah transaksi itu terjadi, Hamdi mempersilahkan bank milik grup Djarum tersebut untuk melapor agar penagihan dari biaya crossing saham bisa disesuaikan dengan diskon yang diberikan. Sejak awal melihat ramainya crossing saham di pasar modal Indonesia, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga menilai aksi tersebut berkaitan erat dengan program tax amnesty. Terlebih lagi, nilai masing-masing transaksi yang terjadi terbilang besar.
"Saya memang merasa ini terjadi karena dampak dari tax amnesty," ungkap Hans.
Menurutnya, tidak semua pelaku pasar asing memang warga negara asing sesungguhnya. Pelaku pasar bisa membeli saham dari Bursa di luar negeri melalui perusahaan sekuritas yang juga beroperasi di tempat yang sama.
"Jadi kita bisa bawa uang ke Singapore, beli saham yang ada di Indonesia tapi di sana dan dicatatkan jadi pelaku pasar asing," terang Hans.
Hal itu kerap dilakukan untuk menghindari aturan main, berupa ketentuan pajak dan hukum di Indonesia. Artinya, pelaku pasar yang melakukan itu tidak perlu ketakutan dan khawatir dengan peraturan yang ada di dalam negeri.
"Jadi pemerintah Indonesia tidak berani sama pelaku pasar asing, mereka kan pakai aturan luar negeri," ucap Hans.
Ia meramalkan, transaksi crossing saham masih terjadi hingga akhir tahun 2017. Pelaku pasar tertarik untuk mengembalikan dananya yang berada di luar negeri karena melihat kestabilan ekonomi Indonesia.
"Kalau kemarin-kemarin kan dana telat masuk karena jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta takut rusuh, tapi ini kan sudah selesai dan damai. Jadi dana balik ke sini," papar Hans.
Di sisi lain, analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengemukakan, transaksi crossing saham memiliki beberapa tujuan, diantaranya akuisisi, merger, dan penyerapan dari penyerapan saham hasil rights issue.
"Tidak semata-mata karena tax amnesty," ucap Reza.
Hal ini akan bergantung dari total nilai yang ditransaksikan, siapa yang mentransaksikan, dan tujuan dari masing-masing pihak. Sehingga, Reza pun tak benar-benar sepakat jika sebagian net sell asing terjadi karena masih berkaitan dengan tax amnesty.
"(Net sell) nungkin karena makro ekonomi, meski pemerintah terlihat optimistis, tapi mereka justru pesimistis," ujar Reza.
Sementara itu, jumlah net sell asing memang tak berhenti sejak awal tahun hingga perdagangan Selasa (17/10) atau secara year to date (ytd). Data BEI menunjukan jumlahnya telah mencapai Rp17,31 triliun. Sementara, dalam hari itu saja net sell asing tercatat sebesar Rp969 miliar.