Jakarta, CNN Indonesia -- Emiten konstruksi, terutama BUMN tengah menjadi sorotan investor karena adanya kekhawatiran terhadap kesehatan keuangan perusahaan akibat banyaknya proyek infrastruktur negara yang harus ditangani. Walaupun proyek negara, perusahaan diwajibkan kreatif dalam mencari pendanaan sendiri.
Kekhawatiran ini tercermin dari pergerakan harga saham emiten konstruksi yang melemah sejak awal tahun, salah satunya PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Kendati demikian, perusahaan mengklaim, kas internal masih cukup untuk membiayai seluruh proyek infrastruktur yang dikerjakan hingga dua tahun mendatang.
Direktur Utama Waskita Karya, M. Choliq menyatakan, salah satu sumber biaya proyek perusahaan berasal dari laba yang diraih per tahunnya. Laba bersih Waskita Karya sendiri konsisten tumbuh di atas 50 persen setiap tahun, bahkan mencapai di atas 100 persen. Hal ini tak lepas dari upaya perusahaan yang melakukan transformasi bisnis pada akhir tahun 2013 atau awal tahun 2014 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai nahkoda Waskita Karya, Choliq memutuskan perusahaan juga terjun menjadi investor jalan tol agar tak bergantung pada proyek pihak lain. Bagaimana strategi Waskita Karya guna menjawab kekhawatiran investor, berikut petikan wawancara
CNNIndonesia.com bersama Choliq pada pekan lalu.
Apa yang menjadi alasan utama perusahaan kini menjadi investor jalan tol ditengah emiten konstruksi lainnya yang masih fokus pada bisnis kontraktor?Jadi sebenarnya pada 2012 sampai 2013, Waskita Karya sudah menjadi
the biggest contractor di Indonesia. Namun secara korporasi Waskita Karya masih kecil dibanding PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI).
Ini terjadi karena pada 2013, bisnisnya tunggal, hanya sebagai kontraktor saja, sedangkan Wijaya Karya kemudian PTPP, serta Adhi Karya itu bisnis kontraktor kontribusinya hanya 30 persen. Sementara, dua pertiganya dari bisnis yang lain. Nah, tentu Waskita Karya juga ingin besar dong, tinggal besarnya ini melalui apa. Karena itu, maka kami memutuskan kami akan menjadi besar melalui empat pengembangan bisnis baru, yaitu
toll road sebagai investor, produksi beton precast, properti sebagai
developer, dan terakhir energi. Nah itu latar belakangnya.
 Waskita saat ini memiliki bisnis baru, salah satunya produksi beton melalui Waskita Beton Precast (CNNIndonesia/Djonet Sugiarto) |
Artinya investor hanya untuk di jalan tol melalui anak usaha PT Waskita Toll Road?Untuk memudahkan manajemen, Waskita Karya mendirikan satu anak namanya Waskita Toll Road. Nah Waskita Toll Road inilah yang memiliki semua tol yang dimiliki sama Waskita Karya, baik itu melalui cara akuisisi, tender maupun inbreng.
Sebetulnya sebelum tahun 2012 Waskita Karya sudah punya lahan kecil-kecil sih, misalnya di Depok-Antasari mempunyai 12,5 persen. Nah itu di-inbreng-kan dengan Waskita Toll Road, lalu Waskita Toll Road dikebut melalui akuisisi dan bisa juga melalui tender, sehingga sekarang memiliki hampir 1.000 kilo meter (km).
Setelah bertransformasi, apa yang menjadi tujuan jangka pendek perusahaan?Kami sadar kami sebagai kontraktor terbesar saja,
size-nya dibandingkan BUMN karya-karya lain kan kecil, masih kalah gitu yah. Nah kalau ini ditambah lebih besar lagi, ya kami tidak susah dong cari pasar. Wong sudah terbesar. Hanya saja kami meng-
create pasar sendiri. Supaya bisa mendapatkan pasar dari diri sendiri, ya kami harus bertindak sebagai
developer, sebagai investor. Ini supaya tujuan utamanya bisa memberikan makanan kepada kontraktor Waskita Karya.
Apa cita-cita yang ingin diraih perusahaan dari hasil transformasi bisnis ini?Waskita Karya kan sekarang sudah menjadi yang terbesar, tidak hanya tol, setara company, apakah itu dilihat dari total asetnya, atau jualannya, apakah dilihat dari kemampuan menghasilkan, semua Waskita Karya terbesar dari BUMN karya-karya plus PT Jasa Marga Tbk (JSMR), Waskita Karya masih yang paling besar.
Jadi, cita-citanya ya paling tidak mempertahankan, supaya tidak nomor dua lagi. Tetap nomor satu terus. Caranya ya harus dikreatifkan, kreasikan, diinovasikan. Nanti sampai tahun 2019 akhir, Waskita Karya masih akan tetap terbesar karena sampai posisi hari ini Waskita Karya masih punya kontrak di tangan itu Rp124 triliun. Nah, itu cukup untuk makanan 2018 sampai 2019.
Persoalannya, untuk makanan 2020-2021 dan seterusnya itu bagaimana, nah ya itu persoalan. Harus cari proyek lagi. Nah bagaimana dengan tahun 2020 sampai seterusnya? Itu harus mulai hari ini menetapkan kami mau berkembang lewat apa. Apa tetap
toll road, kalau
toll road tol yang mana, lalu apa mau berkembang lewat pengembangan propertinya, kan sudah ada wadahnya. Apa mau berkembang lewat energinya,
whatever.Tapi saya tidak jawab itu, jawabannya masih tahun depan karena saya ini di
injury time. Saya kan sebentar lagi pensiun. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun depan adalah RUPS saya terakhir. Saya harus diganti, jadi sangat tidak bijak jika saya mau meninggalkan terus menetapkan arah.
Sekal 2014 hingga saat ini, apa bisnis tol selalu menjadi fokus perusahaan dan memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan lini bisnis lain, seperti energi dan properti?
Dari tol iya. Jadi kalau jaman dulu tahun 2013 ke bawah, itu 90 persen kontrak berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Hari ini dan tahun lalu itu kontrak APBN dan APBD kurang dari 10 persen, hanya delapan dan enam persen. Kontribusi terbesar untuk proyek berasal dari Toll Road. Jadi kontraktornya Waskita Karya ini membludak sekali sehingga 80 persen dari total kontrak itu dibeli dari Waskita Toll Road.
Artinya kas Waskita Karya secara konsolidasi hanya berputar di area internal saja?Iya, karena memang itu tujuannya. Kalau orang kaya kan kalau bisa uang puter-puter saja di situ.
Bagaimana dengan konsekuensi pendanaan secara mandiri yang harus dilakukan oleh perusahaan?Kalau jaman dulu sebelum kami masuk sebagai investor tol, masalah terbesar bagaimana memperoleh proyek atau memenangkan tender. Nah, karena sekarang ini kami sebagai investor dan
developer, investasi sudah kami putuskan, bagaimana mencari uang untuk membiayai itu?
yes jawabannya.
Tapi kalau ditanya, sampai saat ini Waskita Karya mengalami kesulitan tidak untuk pendanaan, maka jawabannya tidak. Begini, sampai Desember tahun ini aman. Masih ada uang kas sebesar Rp16 triliun. Itu cukup untuk makan sampai Desember 2017.
Lalu pertanyaannya dilanjutkan, bagaimana kalau sampai 2018? Kami masih mampu nggak, jawabannya mampu. Karena pada tahun depan itu kami menerima pembayaran proyek-proyek Rp31 triliun, pembayaran itu misalnya
Light Rail Transit (LRT) Palembang Rp9 triliun, transmisi di Sumatra itu Rp6,5 triliun, ada tol-tol pokoknya totalnya Rp31 triliun.
Tahun depan katakanlah penjualanya Rp50 triliun, berarti kan butuh kira-kira 85 persen dari itu misalnya Rp42 triliun. Kami kan sudah ada Rp31 triliun. Sisanya dari laba tahun ini, saya laba tahun ini bisa mendekati Rp3,6 triliun. Nah kalau saya punya uang Rp3,6 triliun kan saya bisa utang Rp7 triliun lagi kan ya, nah sudah cukup kan.
Bila dana sudah cukup, artinya jika divestasi jalan tol gagal tidak akan mempengaruhi pendanaan tahun ini hingga 2019?
Kalau pun saya tidak divestasi tahun ini dan tidak divestasi tahun depan saya masih bisa mneyelesaikan seluruh target proyek. Walaupun bukan berarti divestasinya diberhentikan. Sekarang banyak analis investor yang meragukan, Waskita Karya ini mampu tidak, kan gitu toh persoalannya.
Maka itu saya katakan, tahun ini jelas Rp16 triliun, tahun depan jelas mendapatkan pembayaran Rp31 triliun. Uang dibutuhkan untuk memproduksi kira-kira Rp42 triliun, nah Rp11 triliun nya dari laba tahun ini minimal Rp3,6 triliun. Kalau laba saya bertambah Rp3,6 triliun, saya laverage 2 kali kan saya bisa dapat Rp11 triliun, tanpa divestasi. Apalagi kalau saya divestasi, pasti jauh lebih kuat dong.
Jadi sebenarnya dana hasil divestasi untuk dipakai pada tahun berapa?Nah jawabannya tadi ke tahun 2020. Saya kan harus investasi lagi, untuk tujuan 2020 ke atas. Investasinya tidak saya lakukan sebelum divestasinya berhasil. Di dalam me-manage sebuah perusahaan, tentu harus hati-hati.
Di mana tingkat kehati-hatiannya? Yaitu menjaga rasio antara utang dengan modal sendiri tidak lebih dari dua kali. Walaupun secara aturan, saya boleh sampe tiga kali. Jasa Marga bahkan bisa empat kali. Tapi saya tidak boleh lebih dari dua kali sebagai bentuk kehati-hatian. Situasi kan bisa berbalik, bisa ada krisis. dan lain sebagainya.
Nah, karena saya ada kebijakan perbandingan utang dibandingkan dengan modal sendirinya tidak boleh lebih dari dua kali, maka saya mulai ngerem untuk mendapatkan tol baru. Karena saya ngerem, maka perolehan kontrak baru tahun ini lebih kecil dibandingkan dengan tahun lalu. Di situ letak strateginya. Perusahaan akan ngerem hingga divestasi berhasil.
Namun, karena perusahaan sebagian besar mengerjakan sendiri proyeknya artinya sejauh ini penugasan dari pemerintah tidak ada?
Tidak ada istilah penugasan, kami ini perusahaan Tbk. Segala sesuatu keputusan harus sesuai dengan kaidah-kaidah bisnis, harus mempunyai untung. Kalau investasi
Internal Rate of Return (IRR) nya harus memenuhi syarat. Tidak boleh ditugaskan seperti PT Hutama Karya (Persero). "Eh Hutama bangun tuh tol Sumatra". Loh ini ada yang lewat tidak itu urusan belakang, pokoknya pemerintah memerintahkan. Kalau Hutama Karya tidak apa-apa, karena Hutama Karya 100 persen milik pemerintah. Kalau saya melakukan itu, publik akan marah dong.
Berapa jumlah total tol yang diprakarsai oleh Waskita Karya?Total tol Waskita Karya 997 km. Ada yang minoritas, ada yang mayoritas. Prakarsa hanya ruas tol Krian-Legundi-Bunder-Manyar, sisanya akuisisi.
 Tol Medan-Tebing Tinggi adalah salah satu ruas tol milik Waskita Karya (ANTARA FOTO/Septianda Perdana) |
Dari kinerja keuangan perusahaan terus mencetak pertumbuhan laba bersih lebih dari 50 persen atau bahkan diatas 100 persen beberapa tahun terakhir ini, bagaimana cara perusahaan mempertahankan kinerja positif tersebut?Begini, kalau kami hanya kontraktor mengandalkan pekerjaan dari orang lain ya tidak akan bisa. Jadi cara mempertahankannya perusahaan mendapatkan kontrak sebanyak mungkin. Untuk mendapatkan kontrak sebanyak mungkin ya tidak hanya dari orang lain, tapi saya sendiri akan membuat kontrak itu.
Apakah ada kreasi lainnya? Misalnya juga mengembangkan penuh properti dan energi?Bisa saja, tapi untuk saat ini masih 80 persen dari tol. Properti dan energi belum bisa memberikan sumbangan. Namun, untuk tahun depan seharusnya sudah mulai mengembangkan. Mau ke arah properti berapa persen, tol berapa persen, energi berapa persen, keputusannya tahun depan.
Banyak pelaku pasar yang khawatir dengan piutang dan arus kas emiten konstruksi sehingga menyebabkan rata-rata harga saham emiten kontruksi turun, termasuk Waskita Karya turun beberapa waktu terakhir. Bagaimana Anda melihat fenomena ini?Kalau penurunan saham saat ini memang terbilang sangat-sangat tidak masuk akal. Untuk bulan September ini saja,
price to earning ratio (PER) Waskita Karya hanya tujuh kali. Ini belum pernah dalam sejarah, PER emiten konstruksi hanya tujuh. Padahal dulu 40 kali atau 28 kali.
Tapi kan, yang turun bukan Waskita Karya saja, semua turun. Pasar menganggap dengan berbagai macam alasan katanya mengkhawatirkan pemerintah tidak mampu bayar, ya kalau mengkhawatirkan pemerintah kan tidak ada hubungannya dengan Waskita Karya. Wong, proyek pemerintah di Waskita Karya hanya enam persen.
Terus yang dikhawatirkan juga Waskita Karya bisa nggak mendanai proyeknya, kami sudah aman hingga dua tahun mendatang. Ya tapi memang dampaknya saya mulai mengerem, tidak ambil tol-tol baru, akibatnya kontrak baru Waskita Karya tahun ini lebih kecil dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, walaupun kontrak barunya lebih kecil, Waskita Karya masih aman sampai 2019.
Kalau tahun 2016, nilai kontrak baru perusahaan Rp70 triliun, tapi tahun ini Rp60 triliun. Dari target Rp60 triliun baru tercapai Rp44 triliun, kemungkinan saja Rp60 triliun ini tidak tercapai. Kontrak baru yang lebih kecil ini sengaja karena memang direm sampai divestasinya berhasil. Menunggu sampai divestasi selesai Waskita Karya aman dalam mendanai proyek-proyek yang sudah di tangan.
Dengan perusahaan menahan dulu mengambil tol baru, apakah artinya pertumbuhan laba bersih masih bisa diatas 100 persen untuk ke depannya?Oh, ya tidak. Tidak mungkin bisa. Orang lari kan ada batasnya. Mana ada perusahaan tumbuh 100 persen seumur hidup. Tahun depan pertumbuhan sudah tidak bisa 100 persen.
Sejauh ini, bagaimana kelanjutan dari proses divestasi perusahaan?Saya tetap optimis, paling lambat Juni tahun depan saya divestasi melalui
Initial Public Offering (IPO). IPO Waskita Trans Java, karena kalau Waskita Toll Road kan terlalu banyak. Jadi Waskita Trans Java, kan ada tujuh sampai delapan ruas tol itu. Nah itu saya gabung, saya IPO kan.
Apakah sudah ada deal dari proses divestasi Waskita Karya secara one on one?Proses masih tetap jalan, belum ketemu jodoh saja. Yang interest cukup banyak, tapi tetap saja belum ada yang deal. Nah, IPO jalan terakhir kalau divestasi one on one gagal.
Lantas, apakah seluruh ruas Waskita Toll Road juga akan dijual atau di-IPO-kan?Dijual juga, mana yang laku saja. Ada yang melamar Waskita Toll Trans Java lalu juga ada yang melamar Waskita Toll Road. Dibuka semua kesempatan.
(agi)