UMP Naik, Pengusaha Was-was Industri Ritel Terpukul

CNN Indonesia
Selasa, 31 Okt 2017 13:17 WIB
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kenaikan UMP akan berdampak negatif bagi sektor ritel, mengingat pertumbuhannya yang melemah di tahun ini.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kenaikan UMP akan berdampak negatif bagi sektor ritel, mengingat pertumbuhannya yang melemah di tahun ini. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menganggap, perhitungan asumsi dasar mengenai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,71 persen tahun depan tidak memperhatikan kinerja masing-masing sektor usaha sepanjang tahun ini.

Apindo beralasan, ada sektor usaha yang kinclong, namun di sisi lain, ada pula sektor yang tengah meredup. Sehingga, tidak semua sektor usaha mampu membayar kenaikan UMP dengan basis pertumbuhan 8,71 persen.

Ketua Apindo bidang Ketenagakerjaan Harijanto mengatakan, kenaikan UMP ini tentu akan berdampak negatif bagi sektor ritel, mengingat pertumbuhannya yang melemah di tahun ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sektor ritel hanya tumbuh 3,7 persen di semester I tahun ini. Padahal, pertumbuhan di periode yang sama tahun sebelumnya menyentuh dua digit.

Ia khawatir, jika angka kenaikan UMP ini juga diberlakukan bagi sektor ritel, maka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa semakin deras. Menurutnya, pelaku usaha ritel sudah memangkas 10 persen karyawannya di tahun ini akibat kondisi bisnis yang tengah lesu.

“Meski kenaikan sebesar 8,71 persen dianggap berat, ya kami harus menerima. Namun, kami takutkan saja PHK makin banyak. Yang sudah pasti kena imbas adalah ritel karena persaingan dengan bealnja online dan lain-lain,” ujar Harijanto, Selasa (31/10).

Berkaca pada kondisi ini, Harijanto menilai seharusnya kebijakan upah minimum disesuaikan dengan kondisi bisnis yang terjadi di masing-masing sektornya.

UMP Naik, Pengusaha Was-was Industri Ritel TerpukulAktivitas di gerai ritel. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Dalam hal ini, menurutnya Indonesia perlu berguru pada Jepang, Singapura, dan Malaysia yang menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan kinerja indeks sektornya masing-masing.

Sebagai contoh, jika inflasi tercatat 3 persen dan kinerja sektor ritel mencapai 3 persen, maka kenaikan upah minimum di sektor ritel harus mencapai 6 persen.

Menurutnya, perhitungan ini lebih akurat dibanding formulasi saat ini yang mengacu pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

Sebab, variabel pertumbuhan ekonomi hanya menangkap kondisi ekonomi secara agregat, tidak menggambarkan kondisi satu sektor secara khusus.

“Harusnya pemerintah hanya menetapkan upah minimum berdasarkan inflasi saja. Selebihnya melihat kinerja per sektor. Makanya, di beberapa negara, upah malah bisa turun karena sektornya sedang terpuruk,” lanjutnya.

Meski demikian, ia tidak bisa memprediksi tambahan PHK di sektor ritel jika pertambahan UMP ditetapkan 8,71 persen. Sebab menurutnya, itu tergantung dari ketahanan masing-masing badan usaha.


“Tapi kita jangan naif berdebat soal upah tinggi tanpa memikirkan kesempatan kerja. Yang penting, lapangan pekerjaannya harus tetap ada,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengeluarkan surat edaran kepada Gubernur terkait data inflasi dan pertumbuhan ekonomi terkini sebagai acuan penetapan UMP tahun 2018.

Kenaikan dasar UMP tahun depan bisa mencapai 8,71 persen jika melihat data pertumbuhan ekonomi sebesar 4,99 persen dan inflasi sebesar 3,72 persen berdasarkan Surat Kepala Badan Pusat Statistik.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER