Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah tidak cepat puas diri dengan kenaikan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang diperoleh Indonesia. Survei Bank Dunia menyebut, rating kemudahan berusaha Indonesia lompat dari posisi 91 ke 72.
"Kami apresiasi peningkatan peringkat EoDB, tetapi bukan berarti pemerintah bisa berpuas diri," ujar Shinta Widjaja Kamdani, Ketua Apindo bidang Hubungan Internasional dan Investasi kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (1/11).
Menurut dia, peringkat EoDB diperoleh hanya berdasarkan survei, yang bisa saja belum mewakili apa yang dirasakan oleh seluruh pelaku usaha di lapangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kan survei, tidak berarti semua sudah baik di lapangan," katanya.
Selain itu, jika dibedah lebih dalam, Indonesia pada sebagian besar indikator penilaian juga belum bisa dibilang membanggakan.
Sebagai catatan, peringkat EoDB diperoleh berdasarkan akumulasi penilaian di 10 indikator utama.
Yaitu, proses memulai usaha, berhadapan dengan perizinan konstruksi, mendapatkan listrik, pendaftaran properti, mendapatkan pembiayaan, perlindungan terhadap investor minoritas, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, kepatuhan dalam menjalankan kontrak, dan penyelesaian kepailitan.
Dari 10 indikator tersebut, peringkat Indonesia masih di atas 100 untuk lima indikator, yaitu menjalankan kontrak proses memulai usaha (144), pembayaran pajak (114), perdagangan lintas batas (112), perizinan konstruksi (108), dan pendaftaran properti (106).
"Artinya, untuk memulai usaha itu masih sulit kan kalau masih peringkat 100an," imbuh Shinta.
Berdasarkan pengamatan Shinta di lapangan, pelaku usaha masih berhadapan dengan banyaknya prosedur perizinan.
Hal itu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan buruknya peringkat Indonesia untuk indikator proses memulai usaha. Karenanya, ia berharap, pemerintah terus melanjutkan upaya penyederhanaan perizinan.
"Regulasi juga masih kebanyakan, banyak tumpang tindih aturan. Kemudian, pusat sama daerah juga kurang sinkronisasi. Pada dasarnya, kami masih melihat masalah yang sama," pungkasnya.
Secara terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong juga menyadari upaya perbaikan indikator kemudahan berusaha perlu dipercepat agar tidak disalip oleh negara lain.
Beberapa kebijakan yang bakal dilakukan untuk memperbaiki indikator itu di antaranya pemanfaatan teknologi tanda tangan digital dalam proses penerbitan izin.