Jakarta, CNN Indonesia -- Saat pasar sedang dalam tren kenaikan (bullish), pelaku pasar umumnya menghindari saham lapis pertama (
first liner) atau saham berkapitalisasi besar (
big capitalization/big caps) karena valuasi harganya yang dinilai sudah terlalu mahal.
Pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat naik signifikan dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya hingga 1,07 persen ke level 6.039, atau kembali mencapai rekor terbarunya.
Dengan kata lain, target pencapaian dari sejumlah analis di level 6.000 sebenarnya sudah tercapai. Nilai kapitalisasi pasar pun terakhir berada pada posisi Rp6.685 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, pelaku pasar sepatutnya jangan dulu menghindari seluruh saham lapis pertama. Pasalnya, masih ada beberapa saham yang terbilang murah bila dibandingkan dengan saham sejenis di sektornya.
Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido mengatakan, pelaku pasar dapat mencermati saham berbasis konstruksi untuk pekan depan, seperti PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Data RTI Infokom menunjukan, price to earning ratio (PER) saham Waskita Karya 8,5 kali.
PER merupakan salah satu indikator yang digunakan pelaku pasar dalam menimbang kewajaran dari harga saham. Biasanya, harga saham akan dibandingkan dengan kinerja dari perusahaan itu sendiri.
"Waskita Karya masih bisa untuk spekulasi
buy sepanjang pekan. Apalagi, kinerja emiten konstruksi juga memiliki prospek bagus sampai tahun depan dari proyek pemerintah," ucap Kevin kepada
CNNIndonesia.com, dikutip Senin (6/11).
Posisi PER Waskita Karya memang lebih rendah dibandingkan dengan dua emiten konstruksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya yang sudah mengeluarkan kinerja keuangan kuartal III 2017. Padahal, Waskita Karya membukukan pertumbuhan laba bersih paling tinggi, yakni sebesar 139,81 persen menjadi Rp2,59 triliun.
 Gedung Bursa Efek Indonesia. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Sementara, laba bersih PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) hanya naik 74,65 persen dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) meningkat 78,04 persen. Namun, posisi PER masing-masing emiten sudah mencapai 15,57 kali dan 29,35 kali.
Senada, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyebut, pembayaran piutang dari pemerintah yang biasanya dibayarkan kepada emiten konstruksi pada kuartal III dan IV juga akan menambah keyakinan pelaku pasar untuk melakukan aksi beli.
"Lalu anggaran infrastruktur juga masih tinggi karena kan banyak proyek yang ditargetkan selesai tahun depan, apalagi tahun depan juga jelang pemilihan umum (pemilu)," papar Hans.
Untuk itu, Hans tidak hanya memberikan rekomendasi buy pada Waskita Karya, tetapi juga kepada Pembangunan Perumahan dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
Selanjutnya, terdapat saham emiten perbankan yang juga memiliki PER rendah, yakni PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). Menurut RTI Infokom, PER BBTN kini sebesar 11,43 kali.
"Lalu harga saham BBTN juga turun Senin dan Selasa kemarin, jadi potensi untuk bangkit (
rebound)," terang Kevin.
Bila dilihat, pada awal pekan lalu harga saham BBTN memang stagnan di level Rp2.760 per saham. Namun, sejak tanggal 1 November hingga 3 November harga saham terpantau menanjak 2,12 persen ke level Rp2.880 per saham.
Rekomendasi ini juga diiringi dengan kinerja positif BBTN hingga kuartal III 2017. Perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp2 triliun, naik 23,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,62 triliun.
Kenaikan harga batu bara beberapa waktu terakhir juga membuat menjadikan beberapa saham tambang batu bara masih direkomendasikan
buy.
Kevin menyebut, dua emiten yang bisa jadi perhatian pelaku pasar, yaitu PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
"Harga batu bara berkisar US$95-US$99 per metrik ton, belum sampai US$100 per metrik ton tapi sudah naik di kisaran itu," jelas Kevin.
Dengan kenaikan harga batu bara ini, tentu kinerja keuangan emiten sektor tersebut berpeluang lebih menguat dari posisi terakhir. Sementara, keduanya mencetak kinerja cukup ciamik pada kuartal III 2017.
Adaro Energy mencatat laba bersih sebesar US$209,1 juta atau tumbuh 78,12 persen dari sebelumnya US$372,45 juta. Kemudian, laba bersih Bukit Asam melonjak 149,52 persen dari Rp1,05 triliun menjadi Rp2,62 triliun.
Bila dilihat dari PER masing-masing emiten, PER Adaro Energy pada akhir pekan lalu sebesar 10,24 kali dan Bukit Asam 7,6 kali.
Sementara, meski masih ada beberapa emiten big caps yang direkomendasikan buy, di sisi lain terdapat dua emiten yang diramalkan melemah sepanjang pekan ini.
Dalam hal ini, Hans menempatkan saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT United Tractors Tbk (UNTR) pada posisi jual (sell). Secara teknikal, harga saham keduanya sudah terlalu tinggi.
Pada perdagangan Jumat (3/11) lalu, harga saham Gudang Garam naik 2,33 persen ke level Rp73.600 per saham, sedangkan United Tractors terkoreksi 0,56 persen ke level Rp35.300 per saham.
"Gudang Garam berpeluang melemah, area SOS di level Rp69.000 per saham, United Tractors area SOS di level Rp34.825 per saham," terang Hans.
Kendati demikian, pelaku pasar tetap bisa mengoleksi saham Gudang Garam dan United Tractors dengan membeli saham keduanya saat terjadi pelemahan.
Khusus Gudang Garam, Hans memprediksi, harga sahamnya bisa turun di sekitar Rp67.675-Rp69.100 per saham. Sementara, United Tractors diramalkan terjun ke level Rp32.750-Rp33.450 per saham.