Jakarta, CNN Indonesia -- Industri perusahaan rintisan (
startup) semakin berkembang di Indonesia. Salah satu subsektornya adalah di bidang keuangan berbasis teknologi (
fintech) yang jasanya mulai banyak digunakan masyarakat.
Seakan tak mau 'digerogoti' oleh para pendatang baru di industri keuangan terkini itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pun mendirikan anak usaha yang ditugaskan untuk menyuntik dana dengan mencaplok sebagian saham para startup.
Anak usaha yang bergerak di bisnis modal ventura itu adalah PT Mandiri Capital Indonesia. Berdiri sejak 2016, Mandiri Capital terbilang baru dan belum banyak dikenal orang awam. Kendati demikian, beberapa
startup tercatat sudah berada di bawah naungannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengenal lebih lanjut profil dan sepak terjang perusahaan modal ventura ini,
CNNIndonesia.com berkesempatan mewawancarai CEO Mandiri Capital, Eddi Danusaputro. Berikut perbincangan kami.
Banyak masyarakat yang belum mengenal Mandiri Capital. Seperti apa sebenarnya bisnis Mandiri Capital?
Jadi memang mungkin masyarakat awam belum banyak yang tahu tentang kami. Seperti kami ketahui dunia bisnis
startup ini sedang ramai dan bertumbuh pesat di Indonesia.
Mandiri Capital Indonesia berdiri sejak Januari 2016. Kami didirikan oleh Bank Mandiri sebagai induk usaha kami, yang melihat industri keuangan sedang mengalami disrupsi, tidak hanya di Indonesia, tapi di regional dan dunia.
Fintech startup sedang berusaha menggerogoti pangsa pasar dari perbankan tradisional. Tidak hanya itu, millennial generasi Y dan Z itu juga sudah berpikir beda, mereka dalam hal industri dan produk keuangan itu tidak selalu harus menggunakan bank, malah lebih nyaman menggunakan jasa
startup.
Maka dari itu Bank Mandiri melihat harus proaktif daripada menunggu di-
disrupt oleh
fintech startup, maka kami lebih baik mencari yang bisa di-
invest dan dibina.
Kami tahu banyak
startup yang dapat pendanaan dari investor. Banyak juga
startup yang sudah mengubah gaya hidup sehari-hari orang Indonesia. Tak hanya di kota besar, bahkan di kota lain.
Startup memang harus terus ditumbuhkembangkan. Pemerintah Indonesia juga punya rencana menciptakan 1.000 teknopreneur, ya itu semua positif.
Setiap kami bertemu dengan
startup dan menanyakan apa yang dibutuhkan, salah satunya adalah modal atau dana. Tapi kalau mereka ke bank, ya enggak mungkin dapat kredit atau pembiayaan.
Pertama, belum cukup umur karena baru berdiri. Kemudian, tidak punya jaminan atau
collateral. Selain itu, laporan keuangan yang diaudit juga belum ada. Jadi mereka tidak layak di mata bank tradisional. Oleh sebab itu kalau
startup butuh dana, yang bisa dan biasa membiayai adalah perusahaan modal ventura.
Karena kami memang bukan bank, kami tidak memberikan pembiayaan dari sisi kredit yang tradisional, tapi kamu masuk sebagai shareholder. Kami ambil 10 persen-20 persen, kami suntik modal, kami tumbuh sama-sama. Kalau memang nanti rugi, ya rugi samas-sama.
 CEO Mandiri Capital, Eddi Danusaputro. (CNN Indonesia/Artho Viando) |
Dalam waktu relatif singkat, apa saja yang telah Anda susun? Program apa saja yang telah digelar, dan bagaimana responsnya?Kami sebagai perusahaan modal ventura, kami hidup atau mati dari
dealflow atau pipeline
startup yang datang ke kami dan kami analisa berapa yang kan mendapat penyertaan ekuitas. Kalau pipeline sepi, ya kami susah juga.
Maka untuk mendapatkan
dealflow yang cukup, ya kami harus aktif. Kami menjalin kerja sama dengan universitas di seluruh Indonesia. Kemudian kami menjalankan program inkubasi dengan program inkubator sendiri yang membantu startup. Ada kurikulum-nya, selama enam bulan kami
training.
Kami juga melakukan
pitching competition. Nanti yang menang berpotensi besar mendapatkan pembiayaan. Kami juga melakukan sinergi dengan perusahaan modal ventura lain baik lokal maupun regional.
Oleh sebab itu, dengan melakukan kegiatan ini kami sudah melakukan pembiayaan ke sejumlah
startup. Kalau sudah masuk portofolio kami, tidak berhenti di situ. Kami terus mengembangkan
startup itu, karena
investment itu hanya titik awal
relationship kami dengan
startup.
Finspire 2017 adalah tahun kedua kami melakukan acara
pitching competition. Dari acara itu emang kami ingin menjaring dan mencari
startup yang potensial untuk kami seleksi, dan pemenangnya kan mendapat penyertaan ekuitas dari kami.
Tahun lalu, dari beberapa puluh
startup, kami saring 10. Pemenang utamanya kami
invest juga, jadi tidak hanya mendapat
prize money.
Bagaimana proses inkubasi di Mandiri Capital?Tahapan pendanaan
startup yang biasa terjadi ini adalah pertama mereka masuk di
seed round. Kemudian series A, series B, series C baru kemudian sampai ke IPO (penawaran umum saham perdana).
Nah proses inkubasi ini biasanya masih masuk di
seed round. Jadi mungkin masih baru ide, atau sudah
launch ke pasar, tapi baru setahun. Jadi masih mencari jati diri lah.
Yang kami lakukan adalah
validation, seperti
product validation dan
business model validation. Jadi cara mendapatkan
revenue dan profit. Kadang ada produknya bagus, fiturnya bagus, tapi enggak bisa dapet profit, ya enggak bertahan.
Bagaimana komposisi startup dan perusahaan modal ventura di Indonesia saat ini?Startup di Indonesia ini memang banyak, tapi ada macam-macam. Ada
e-commerce, social media, fintech, transportasi, sampai
f&b (
food and beverages). Kemudian di sisi lain ada yang memberikan modal ada
angel investor, ada
venture capital.
Memang di Indonesia dan Asia Tenggara kebanyakan visi mendanai
startup itu di
seed dan series A, selebihnya agak jarang. Malah sekarang ada istilah
series B crunch yaitu tidak terlalu banyak
startup yang sampai ke tahap series B. Tapi tidak semuanya karena bangkrut atau kalah bersaing, bisa juga karena diakuisi oleh konglomerasi.
Di Indonesia, memang jumlah perusahaan modal ventura tidak terlalu banyak. Apalagi yang murni bermain di penyertaan ekuitas. Oleh sebab itu, beberapa waktu ini industri kami dibantu oleh perusahaan asing juga. Tidak hanya
venture capital, tapi perusahaan teknologi asing.
Memang ini sesuatu yang baru. Kami tidak usah melihat Silicon Valley ya, dibandingkan Singapura dan China saja, industri startup dan ekosistem
venture capital kami masih di tahap awal ya.
Tantangan di bisnis modal ventura apa saja?Tentunya saya pikir ini soal ekosistem ya. Kami enggak bisa bicara bahwa
startup itu hanya butuh uang, dan modal ventura itu hanya memberikan uang. Semua harus bersama-sama melangkah ke arah yang sama.
Contohnya, ekosistem ini terdiri dari startup, modal ventura, kemudian regulator yang dalam hal fintech misalnya adalah Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kemudian ada juga nasabahnya atau
customer.
Maka dulu istilah
fintech 1.0 itu adalah
fintech melawan bank-bank besar. Yang sekarang adalah
fintech 2.0, dimana
startup dan bank besar malah berkolaborasi. Karena
the market is big enough, kenapa kami enggak kolaborasi aja?
Apakah startup di Indonesia sudah siap berkompetisi secara regional atau global?Kalau regional jelas sudah bisa ya. Indonesia memang ada beberapa hal yang secara demografi beda dengan negara lain. Contohnya soal
peer to peer lending yang banyak. Ada yang fokusnya ke mikro, UMKM, dan menengah. Mikro pasar yang paling menarik di Asia Tenggara ya di Indonesia.
Jadi
peer to peer lending yang memang menyasar pasar mikro, kalau sukses di Indonesia, saya yakin bisa direplikasi di negara lain.
Apa yang membuat Mandiri Capital berbeda dengan venture capital lain di Indonesia?Venture capital secara garis umum bisa kami bedakan menjadi dua. Yang pertama
venture capital yang mengelola dana investor, kami sebut seperti
commercial VC.
Kalau kami, karena memang dana kelolaan kami 100 persen dari Bank Mandiri kami mungkin bisa disebut sebagai
corporate VC. Kalau
commercial VC kan fokusnya ke
return terhadap investor, kalau kami lebih ke
partnership.
Mandiri Capital berfokus pada pendanaan di startup fintech. Apa alasannya?Satu, karena memang ada peraturan yang mengatakan kami hanya boleh fokus ke industri yang sesuai dengan induk perusahaan. Kedua, karena memang
fintech kami rasa sangat prospektif ya dan
growing dan ini sesuatu yang dibutuhkan Indonesia.
Di negara ini saja yang
unbanked saja sudah 60 persen dari penduduknya, belum yang
underbank. Apalagi ada program pemerintah seperti laku pandai dan
cashless society. Saya kira bisa dibantu dengan
fintech startup.
Sejak berdiri sudah ada berapa perusahaan yang disuntik Mandiri Capital?Saat ini sudah ada tujuh yang mendapat penyertaan ekuitas dari kami. Nilai rupiahnya kalau ditotal sekamir Rp350 miliar rupiah. Tahun ini saja ada lima startup.
Tujuh perusahaan itu antara lain Mitra Transaksi, Digital Artha Media pengelola platform Mandiri e-Cash, kemudian Cashlez, Moka Pos, Amartha dan PrivyID dan satu lagi belum dapat disebutkan namanya.
Pola kerja sama dengan tiap startup bagaimana? Apakah ada perbedaan?Jelas berbeda-beda. Memang fintceh memang sektor besarnya, tapi di dalamnya banyak sub sektor, misalnya
payment,
lending,
SME solution untuk membantu UKM, ada juga
cryptocurrency.
Kami memang tidak fokus ke semua subsektor dalam
fintech. Kami fokusnya saat ini tiga subsektor yaitu
payment,
lending dan
SME solution.
Apa yang dibutuhkan ke tiga subsektor ini beda-beda. Contohnya
payment nanti kami bantu mengenalkan ke
merchant dan toko ritel rekanan Bank Mandiri, kalau di sisi
lending nanti kami sinergikan dengan mikro Bank Mandiri. Jadi memang cara kami membantu
startup itu masing masing beda.
 Ilustrasi perdagangan saham. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi) |
Tahun ini ada target berapa startup yang disuntik?Kami enggak pernah punya target harus sekian tiap tahun. Kalau ketemu ya kami
invest, kalau enggak ketemu yang cocok ya enggak akan memaksakan. Saya enggak mau pakai istilah target ya, pakai istilah
forecasting saja. Saat ini sudah ada tujuh startup, ya saya perkirakan ada lagi satu sampai akhir tahun.
Profil risiko startup di Indonesia sebesar apa?Risiko itu selalu ada ya, dan kami menganalisa. Risiko itu bisa bermacam-macam ya. Risiko regulasi misalnya, karena
startup kan biasanya jalan duluan tuh. Lalu regulasinya baru menyusul, atau kalau sudah ada regulasinya,
startup menyesuaikan.
Risiko
founders (pendiri) juga ada, seringkali memang statistik mengatakan
startup itu bubar bukan karena kehabisan dana, tapi karena antar
founder-nya malah beda visi atau berantem. Kemudian ada risiko teknologi,
platform jangan yang
obsolete (ketinggalan jaman), harus bisa mengikuti perkembangan zaman.
Lalu ada risiko
business model, soal cara mendapatkan
revenue dan profit. Kami juga enggak mau
invest ke startup yang selama 10 tahun tidak pernah profit. Makanya sejak awal kami sudah harus tahu kurang lebih cara mereka mendapatkan profit.
Bagaimana peran pemerintah?Saya pikir pemerintah Indonesia sudah cukup suportif ya. Karena kami bermain di
fintech, kami biasa berhubungan dengan Bank Indonesia dan OJK dan juga dalam beberapa kasus dengan Kemenkominfo. Saya pikir cukup proaktif ya.
Bank Indonesia punya BI Fintech
office. OJK juga sudah mengeluarkan beberapa peraturan yang mendukung
fintech soal
peer to peer lending. Saya pikir regulator Indonesia tidak ketinggalan langkah.
Apa yang masih diharapkan dari pemerintah?Kami menginginkan supaya iklim investasi bisa berjalan terus. Memang sekarang sudah ada pemberitaan beberapa startup yang IPO. Memang masih di papan pengembangan ya, cita-citanya bisa di papan utama. Selain itu juga soal pajak, sepertu
tax holiday atau
tax treatment kepada startup. Kami tidak mau kalah bersaing dengan nagara lain yang punya
tax regime yang lebih bersahabat.
Apa rencana selanjutnya dari Mandiri Capital?Mungkin kami bisa dianggap salah satu yang melangkah awal di industri
fintech. Kami ingin bertahan di situ, kami ingin proaktif mencari dan mendanai startup di Indonesia. Kami juga sudah melirik ke Asia Tenggara, ini sesuai misi induk perusahaan kami, Bank Mandiri.
(gir)