Jakarta, CNN Indonesia -- Anak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada bisnis beton pracetak, PT Wijaya Karta Beton Tbk (WTON) dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) diperkirakan mencetak kinerja cemerlang pada akhir tahun ini. Seiring prediksi tersebut, pelaku pasar dapat melakukan akumulasi beli pada kedua saham tersebut di pekan ini.
Prediksi kinerja yang kinclong tersebut tak lepas dari proyek infrastruktur pemerintah yang semakin marak jelang akhir tahun ini. Adapun pada pekan lalu, kedua saham anak usaha BUMN tersebut sempat amblas.
Kondisi tersebut dinilai menguntungkan bagi pelaku pasar, karena memiliki kesempatan untuk masuk dengan harga murah pada kedua saham tersebut, di saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dinilai sudah terlalu mahal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menjelaskan, pendapatan Waskita Beton Precast diramalkan dapat mencapai Rp7,36 triliun pada tahun ini, atau tumbuh 56 persen
(year on year/yoy). Sementara itu, laba bersih perusahaan diproyeksi naik 66 persen
(yoy) menjadi Rp1,05 triliun.
Prediksi ini berdasarkan target penyelesaian proyek infrastruktur berupa ruas tol Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, dan Batang-Semarang pada pertengahan tahun 2018. Untuk itu, perusahaan perlu menggenjotnya pada akhir tahun ini demi mencapai target tersebut.
"Ini dalam rangka mendukung rancangan pemerintah dalam akselerasi pembangunan infrastruktur," terang Nafan kepada
CNNIndonesia.com, dikutip Senin (27/11).
Lebih lanjut Nafan menerangkan, perusahaan sendiri tercatat menggelontorkan belanja modal
(capital expenditure/capex) sebesar 48 persen atau setara Rp912 miliar, dari total
capex tahun ini sebesar Rp1,9 triliun.
Dalam satu pekan ini, Nafan menyarankan agar pelaku pasar melakukan akumulasi beli pada saham Waskita Beton Precast dengan target jangka panjang, menengah, dan bahkan panjang.
"Jangka pendek di level Rp454 per saham, jangka menengah Rp528 per saham, dan jangka panjang Rp646 per saham," sambung Nafan.
Pada pekan lalu, harga saham Waskita Beton Precast jatuh ke level Rp402 per saham. Padahal, pada awal pekan harganya masih di level Rp414 per saham. Bila diakumulasi, harga sahamnya turun 2,89 persen sepanjang pekan lalu, tetapi khusus akhir pekan terkoreksi tipis 0,99 persen.
 Harga saham Waskita Beton Precast pada pekan lalu diperkirakan jatuh ke level Rp402 per saham. (CNN Indonesia/Djonet Sugiarto) |
Adapun, Nafan optimis kinerja Wijaya Karya Beton dapat tumbuh 38,3 persen menjadi Rp4,8 triliun dari sisi pendapatan. Kemudian, perusahaan diproyeksi meraup laba bersih sebesar Rp379 miliar atau meningkat 28,2 persen.
"Perusahaan tengah berusaha meningkatkan kapasitas produksi dari 2,5 juta ton menjadi 2,7 juta ton pada akhir tahun 2017," ujar Nafan.
Dari segi harga saham sendiri sepanjang pekan lalu anjlok hingga 6,71 persen ke level Rp625 per saham dari awal pekan di level Rp670 per saham. Sementara itu, akhir pekan lalu melemah 2,34 persen.
Nafan menyebut, pelaku pasar dapat memasang target hingga jangka panjang pada saham Wijaya Karya Beton, atau sama seperti saham Waskita Beton Precast.
Untuk jangka pendek, jelas Nafan, pelaku pasar dapat menargetkan hingga ke level Rp720 per saham. Kemudian, jangka menengah dan panjang masing-masing di level Rp850 per saham, dan Rp1.075 per saham.
Di sisi lain, Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido menyarankan agar pelaku pasar mencermati saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) pada pekan ini.
Menurutnya, penguatan harga minyak dunia bakal berimbas positif pada saham emiten berbasis minyak seperti Medco Energi. Pada akhir pekan lalu, untuk WTI Crude Oil (Nymex) tercatat tumbuh 1,6 persen, Brent Crude (ICE) meningkat 0,49 persen, dan Crude Oil (Tokyo) menguat 0,26 persen.
"Jadi saya rekomendasi beli di area Rp910 per saham sampai Rp930 per saham dengan target harga Rp965 per saham sampai Rp980 per saham," papar Kevin.
Pada akhir pekan lalu, harga saham Medco Energi terpantau bergerak stagnan di level Rp925 per saham. Namun, jika dilihat dalam satu pekan harga saham perusahaan tumbuh 2,2 persen dari posisi awal pekan di level Rp905 per saham.
Selanjutnya, secara teknikal, Kevin menempatkan saham PT KMI Wire & Cable Tbk (KBLI) dan PT Sentul City Tbk (BKSL) dalam posisi beli pada pekan ini. Menurutnya, jumlah volume beli pada saham Sentul City mulai terlihat meski sektor properti secara keseluruhan belum rebound (bangkit).
"Jadi untuk target jangka pendek harga saham di level Rp163 per saham sampai Rp165 per saham," jelas Kevin.
Kemudian, untuk harga saham KMI Wire sendiri diramalkan dapat mencapai ke level Rp450 per saham sampai Rp456 per saham pada pekan ini. Sementara, pelaku pasar dapat keluar dari saham tersebut jika nyatanya harga saham terkoreksi di tengah pekan hingga di bawah level Rp442 per saham.
Sebenarnya, harga saham KMI Wire akhir pekan lalu melesat 3,52 persen ke level Rp470 per saham, sedangkan untuk Sentul City sendiri tercatat stagnan di level Rp153 per saham.
Wait and See Terhadap Saham Batu BaraAdapun, Kevin mengingatkan agar pelaku pasar berhati-hati dalam melakukan transaksi beli pada saham berbasis batu bara karena sedang dihantam berbagai sentimen negatif dari global.
Ia menjelaskan, keinginan pemerintah China mengganti kebutuhan batu bara terhadap gas bakal menurunkan pendapatan emiten batu bara.
"Ini terutama PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), karena paling besar penetrasinya atau ekspornya ke China," tutur Kevin.
Sementara itu, saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sendiri diramal lebih stabil karena penjualannya fokus pada pemenuhan dalam negeri. Namun begitu, bukan berarti kedua saham emiten tersebut lepas dari ancaman sentimen negatif.
"Jadi menunggu atau
wait and see dulu untuk saham batu bara ya. Bukan artinya keseluruhan tambang tapi," kata Kevin.
Sentimen negatif lainnya, kata dia, berkaitan dengan rencana India yang mau menghentikan impor batu bara dan pemerintah Eropa yang juga ingin menyetop pemakaian batu bara di dalam negeri.
"Tapi secara fundamental pengaruh Eropa lebih kecil, karena ekspor ke Eropa kecil dibandingkan dengan India dan China," pungkas Kevin.
(agi)