Ekonom: Daya Beli Masih Jadi 'PR' Utama Tahun Depan

Lavinda | CNN Indonesia
Kamis, 30 Nov 2017 09:45 WIB
Upaya peningkatan daya beli demi menjaga target pertumbuhan ekonomi tahun depan dinilai masih menjadi pekerjaan rumah utama bagi pemerintah.
Upaya peningkatan daya beli demi menjaga target pertumbuhan ekonomi tahun depan dinilai masih menjadi pekerjaan rumah utama bagi pemerintah. (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Upaya peningkatan daya beli demi menjaga target pertumbuhan ekonomi tahun depan dinilai masih menjadi pekerjaan rumah utama bagi pemerintah.

Ekonom dan Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Eko Listiyanto mengungkapkan daya beli memiliki korelasi yang penting bagi pertumbuhan perekonomian nasional.

"Kunci dari ekonomi 2018 itu adalah peningkatan daya beli, tanpa peningkatan daya beli, susah lah," ujarnya di Jakarta, Rabu (29/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Melihat pertumbuhan ekonomi yang kuartal ketiga yang mencapai 4,9 persen, ia pesimis target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen bisa tercapai.

Sebaliknya, ia justru meramal bahwa pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun depan hanya akan mencapai 5,1 persen.

Menurut dia, daya beli masyarakat yang lesu tahun ini diperkirakan akan mempengaruhi pelemahan tingkat kredit perbankan tahun depan, di samping situasi politik tahun depan.

Eko meramal tingkat kredit perbankan tahun depan cenderung stagnan bahkan menurun dengan pertumbuhan hanya 9 persen.

"Itu gambaran tahun depan untuk kredit perbankan, saya rasa masih susah untuk mencapai sekitar 10 persen." lanjutnya

Fenomena melemahnya daya beli yang saat ini terjadi akan berimbas kepada tingkat inflasi yang diperkirakan rendah tahun depan.

Jika tahun depan pemerintah menargetkan tingkat inflasi mencapai sebesar 3,5 persen, Eko menunjukkan sikap yang lebih optimis terhadap target inflasi yang lebih rendah tahun depan yakni mampu mencapai 3,25 persen.


"Inflasi, INDEF lebih optimis dari pemerintah, pemerintah menargetkan 3,5 persen, kita berani bilang bisa lebih rendah dari itu." terangnya.

Ia mengganggap wajar jika tingkat inflasi rendah karena sejalan dengan melemahnya daya beli masyarakat. Ia melihat saat ini banyak terjadi penurunan penjualan, salah satunya di sektor industri ritel.

Lebih lanjut, Eko menjelaskan bahwa industri ritel pada dua tahun belakangan ini hanya bisa tumbuh single digit.

Eko merekomendasikan agar pemerintah mampu mendorong terus sektor penopang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yakni sektor pertanian dan juga industri. Ia melihat kebanyakan masyarakat Indonesia bekerja sebagai petani atau sebagai pekerja industri.

Menurutnya, pengembangan lapangan kerja di sektor pertanian dan juga industri dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dan akan berimbas kepada meningkatnya daya beli masyarakat itu sendiri.

Jika tidak dilakukan, ia menilai bahwa pertumbuhan ekonomi hanya akan stagnan. Selain itu, ia juga melihat bahwa jika ada kemungkinan tingkat penganngguran menjadi 5,5 persen dan tingkat kemiskinann menjadi 10,5 persen.

Adapun untuk nilai tukar rupiah, Eko memproyeksi bahwa rupiah tahun depan akan terdepresiasi menjadi sekitar Rp13.600 per US$. Hal tersebut lebih tinggi dari proyeksi pemerintah yang hanya akan mencapai Rp13.400 per dolar Amerikat Serikat tahun depan. (ditt)

(lav/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER