Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak Januari 2016, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuannya sebesar 175 basis poin (bsp) menjadi 4,25 persen. Dampaknya, suku bunga dana pihak ketiga (DPK) dan kredit perbankan ikut turun secara perlahan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rata-rata suku bunga kredit pun turun lebih dari 100 bps dalam dua tahun terakhir.
Suku bunga kredit modal kerja dalam denominasi rupiah per akhir September 2017 tercatat 11,02 persen, turun dari posisi akhir 2015, 12,48 persen. Hal sama juga terjadi pada suku bunga kredit investasi yang merosot dari 12,12 persen menjadi 10,83 persen dan suku bunga kredit konsumsi turun dari 13,88 persen menjadi 12,97 persen. Bahkan, suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun ini ditetapkan pemerintah sebesar 9 persen, turun dari sebelumnya yang mencapai 12 persen.
Secara teori, penurunan suku bunga pinjaman bakal mendorong permintaan kredit. Pasalnya, suku bunga pada dasarnya biaya atas suatu pinjaman yang diterima. Jika suku bunga turun maka biaya yang harus dikeluarkan debitur semakin murah, sehingga debitur bersedia untuk meminjam lebih banyak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, faktanya, penurunan suku bunga tak serta merta diikuti oleh percepatan pertumbuhan penyaluran kredit. Hal itu terjadi pada penyaluran kredit ke sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
OJK mencatat, penyaluran kredit ke sektor UMKM per akhir September 2017 sebesar Rp846,29 triliun atau tumbuh 8,2 persen secara tahunan (yoy). Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, laju pertumbuhannya mencapai 9,3 persen menjadi Rp781,91 triliun.
Dari sisi risiko kredit, potretnya tak berubah. Per September 2017, rasio kredit bermasalah (NPL) kotor kredit UMKM tercatat 4,36 persen sama dengan NPL kotor periode yang sama tahun lalu. Namun, angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan NPL kotor industri secara umum yang ada di kisaran 3 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, minimnya dampak penyaluran suku bunga kredit terhadap penyaluran kredit UMKM tak lepas dari masih lesunya kinerja sektor UMKM.
Menurut dia, pada kuartal III lalu, industri mikro dan kecil hanya tumbuh 5,34 persen (yoy), terendah dalam tiga tahun sebelumnya pada kuartal yang sama. Bahkan, beberapa sektor industri mikro dan kecil masih mencatatkan penurunan. Industri pengolahan tembakau tercatat turun 21,9 persen (yoy), industri mesin dan perlengkapan turun 14,9 persen, industri farmasi dan kimia turun 11,55 persen, industri karet dan plastik turun 10,68 persen, serta industri kulit dan barang dari kulit turun 0,18 persen.
"Beberapa industri UMKM itu porsinya cukup besar dalam struktur usaha mikro. Melihat hal itu, pelaku UMKM secara umum belum berani menambah kredit ke perbankan meskipun skemanya menggunakan KUR," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com.
Pernyataan Bhima terkonfirmasi oleh Senior Vice President Bisnis Usaha Kecil PT Bank Mandiri Tbk Anton Herdianto yang menilai pertumbuhan ekoomi yang masih lambat membuat pelaku UMKM menahan keinginan untuk menarik kredit.
"Di awal tahun pertumbuhan ekonomi kan cukup lambat, jadi pada waktu kami bertemu dengan pengusaha-pengusaha UMKM mereka juga agak sedikit lambat kreditnya," ujarnya.
Beberapa bulan terakhir, permintaan kredit UMKM di perseroan sudah mulai membaik. Per akhir September lalu, penyaluran kredit mikro bank berlogo pita emas ini mencapai Rp56,96 triliun atau naik 22,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Rata-rata suku bunga kredit UMKM juga mengalami penurunan dari 13 persen hingga 14 persen pada tahun lalu menjadi 10,75 hingga 12 persen.
"Suku bunga kredit UMKM itu tidak bisa satu harga karena tergantung dari profil risiko masing-masing debitur," jelasnya.
 Minimnya dampak penyaluran suku bunga kredit terhadap penyaluran kredit UMKM tak lepas dari masih lesunya kinerja sektor UMKM. (CNNIndonesia/Safir Makki) |
Dalam menyalurkan kredit UMKM, lanjut Anton, perseroan berusaha untuk memilih debitur yang bisnisnya bagian dari rantai pasok nasabah korporasi perseroan atau yang sudah terlebih dahulu menjadi nasabah perbankan perseroan. Hal itu dilakukan untuk menekan risiko kredit bermasalah.
Rasio kredit bermasalah (NPL) untuk sektor UMKM perseroan sendiri relatif terjaga di kisaran 2,51 persen untuk sektor mikro, dan 3,81 persen untuk kredit kecil.
Wakil Pimpinan Divisi Bisnis Usaha Kecil BNI Bambang Setyatmojo mengungkapkan, suku bunga kredit UMKM perseroan rata-rata masih di kisaran 12 persen, turun dari tahun lalu yang masih ada di kisaran 13 persen hingga 14 persen.
Namun, per akhir Oktober, penyaluran kredit kecil perseroan tercatat Rp53,7 triliun atau tumbuh 8,6 persen secara tahunan. Capaian itu masih jauh dibandingkan target perseroan tahun ini yang menginginkan pertumbuhannya mencapai 15 persen. Target itu juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit kecil sepanjang tahun lalu yang mencapai lebih dari 20 persen.
Guna mendorong penyaluran kredit UMKM pihaknya melakukan berbagai upaya. Salah satunya, melakukan kerja sama strategis dengan lembaga keuangan bank dan non bank untuk menyalurkan kredit dengan
skim linkage.Skim linkage digunakan perseroan untuk menjangkau debitur kecil yang tidak terjangkau karena keterbatasan jaringan perseroan.
Selain itu, perseroan juga meningkatkan efisiensinya dengan memanfaatkan teknologi digital dan memperbanyak agen BNI di lapangan.
Pemerintah sendiri menyadari perlu insentif lebih untuk mendorong laju permintaan kredit UMKM. Tak ayal, tahun depan, pemerintah kembali menurunkan suku bunga KUR menjadi tujuh persen.
"Bunga KUR yang baru ini akan berlaku mulai 1 Januari 2018," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.
Penurunan suku bungan itu juga diikuti oleh peningkatan target porsi penyaluran di sektor produksi dari 40 persen untuk tahun ini menjadi 50 persen.
Tahun depan, Bhima memperkirakan permintaan kredit UMKM bakal membaik karena daya beli masyarakat kelas bawah terdorong oleh pemberian bantuan sosial dan penyelenggaraan pemilihan kepada daerah (pilkada).
Selain itu, turunnya bunga KUR menjadi tujuh persen juga diharapkan bisa memacu pertumbuhan kredit UMKM.
"Syaratnya, asalkan tidak ada kenaikan Bahan Bakar Minyak dan tarif listrik yang bisa mendorong biaya produksi," ujar Bhima.
(agi/agi)