Holding BUMN Tambang Digadang Tembus Fortune 500

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Selasa, 05 Des 2017 17:32 WIB
Fortune 500 Global Company adalah daftar 500 perusahaan dunia yang memiliki pendapatan kotor terbesar.
Fortune 500 Global Company adalah daftar 500 perusahaan dunia yang memiliki pendapatan kotor terbesar. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menargetkan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) industri pertambangan yang baru saja dibentuk bisa masuk ke dalam Fortune 500 Global Company.

Fortune 500 Global Company adalah daftar 500 perusahaan dunia yang memiliki pendapatan kotor terbesar. Daftar tersebut dirilis oleh Fortune, media yang berfokus di korporasi dan ekonomi.

Holding BUMN industri pertambangan resmi dibentuk pekan lalu dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menjadi induk perusahaan (holding) BUMN Industri Pertambangan, serta PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk, menjadi anak perusahaan (anggota holding).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Pembentukan holding BUMN industri pertambangan itu ditandai dengan ditandatanganinya akta pengalihan saham seri B oleh Rini.

Pengalihan saham terdiri atas PT Aneka Tambang (Antam) Tbk sebesar 65 persen, PT Bukit Asam Tbk sebesar 65,02 persen, PT Timah Tbk sebesar 65 persen, serta 9,36 persen saham PT Freeport Indonesia yang dimiliki pemerintah kepada PT Inalum (Persero).

"Selama ini BUMN Pertambangan memiliki keterbatasan kemampuan pendanaan untuk melakukan investasi," katanya dalam keterangan resmi, Selasa (5/12).

Ia menilai, pembentukan holding BUMN industri pertambangan ini akan meningkatkan kapasitas usaha dan pendanaan, pengelolaan sumber daya alam mineral dan batubara, peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi dan meningkatkan kandungan lokal, serta efisiensi biaya.


"Saat ini, tiga BUMN pertambangan itu berada di luar 10 besar perusahaan pertambangan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Asia Pasifik, di luar perusahaan-perusahaan China," jelasnya.

Bukit Asam berada di peringkat 18, Antam di peringkat 20, sementara Timah di peringkat 38. Kondisi ini dinilai Rini akan berubah usai pembentukan holding BUMN industri pertambangan.

Dalam jangka pendek, holding baru ini akan segera melakukan serangkaian aksi korporasi, contohnya, pembangunan pabrik smelter grade Alumina di Mempawah, Kalimantan Barat, dengan kapasitas sampai dengan 2 juta ton per tahun.

Holding BUMN Tambang Digadang Masuk Fortune 500(ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Kemudian, pembangunan pabrik Ferro Nickel di Buli, Halmahera Timur berkapasitas 13.500 ton per tahun, dan pembangunan PLTU di lokasi pabrik hilirisasi bahan tambang sampai dengan 1.000 MW.

"Dalam jangka menengah Holding Industri Pertambangan akan terus melakukan akuisisi maupun eksplorasi wilayah penambangan, integrasi, dan hilirisasi hingga akhirnya memiliki size sebagai salah satu perusahaan yang tercatat dalam Fortune 500 Global Company," kata Rini.

Rini mengatakan, proses pembentukan holding yang sudah lama dimulai dengan penyerahan roadmap pengembangan BUMN oleh Kementerian BUMN ke Komisi VI DPR pada akhir 2015 ini akhirnya telah selesai.


“Pekan lalu juga sudah dilakukan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Antam, Bukit Asam, dan Timah secara bersamaan dengan agenda melakukan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan telah beralihnya kepemilikan RI kepada PT Inalum (Persero) yang sahamnya 100 persen dimiliki negara,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan, proses pembentukan holding telah melalui mekanisme proses komunikasi dengan Komisi VI yang intensif, baik melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rapat Kerja, maupun beberapa kali Focus Group Discussion (FGD).

Rini menegaskan, meski statusnya berubah, ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis.


Dengan begitu, negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham dwi warna, maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero) seperti diatur dalam PP 72 Tahun 2016.

“Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait dengan DPR apabila akan diprivatisasi," jelas Rini.

Ia menjelaskan, perubahan nama dengan hilangnya 'Persero' juga tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER