Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berharap proses mekanisme divestasi saham 51 persen milik PT Freeport Indonesia bisa selesai pada Desember 2018.
Tenggat waktu itu adalah usulan Kementerian BUMN kepada instansi lain yang mengurus divestasi, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Keuangan.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan waktu selama 15 bulan itu akan digunakan untuk menyusun periodisasi dan valuasi wajar saham Freeport yang bisa diterima BUMN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu terkait dengan persoalan antara pemerintah dan Freeport yang masing-masing memiliki sistem valuasi tersendiri.
Salah satu contoh terjadi pada tahun lalu. Saat itu, pemerintah ingin divestasi dikalkulasi berdasarkan investasi yang telah digelontorkan (
replacement cost) dalam rencana divestasi saham Freeport sebesar 10,64 persen.
Namun, perusahaan asal Amerika Serikat itu ingin valuasi divestasi memasukkan nilai belanja modal perusahaan jika kontraknya diperpanjang hingga 2041 mendatang.
"Jadi dengan f
inancial advisor kami dan lawyer kami sedang menyiapkan timing-nya maupun cara valuasinya, karena ini kan valuasinya berbeda-beda. Dari Freeport begini, BUMN begini," jelas Rini ditemui di Bursa Efek Indonesia, Rabu (20/9).
Meski demikian, ia menyebut bahwa instansinya masih belum memiliki formulasi kasar ihwal valuasi divestasi. "Masih dalam proses," lanjutnya.
Diserap oleh InalumJika mekanisme divestasi rampung, dia mengatakan saham Freeport akan diserap oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
Rini menuturkan penyerapan divestasi ini tak harus menunggu
holding BUMN pertambangan terbentuk, karena tugas Inalum adalah sebagai korporasi bukan pemimpin BUMN pertambangan.
Walaupun demikian, dia memastikan proses
holding BUMN akan segera rampung. "Proses
holding akan kami selesaikan sebelum akhir tahun," pungkas Rini.
Sebelumnya, Freeport sepakat untuk melakukan divestasi sebesar 51 persen kepada pemerintah Indonesia dengan periodisasi dan harga divestasi yang masih ditentukan kemudian.
Ini merupakan bagian dari poin kesepakatan Freeport selain kesepakatan pembangunan
smelter, perpanjangan operasi sepanjang 2x10 tahun, dan peraturan fiskal yang jelas bagi operasional Freeport.
Hal itu merupakan hasil negosiasi kedua pihak, usai pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 yang mengharuskan perusahaan berbentuk Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan wajib melakukan divestasi 51 persen.