Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution optimistis peringkat Indonesia pada kemudahan berusaha (EoDB) 2019 yang dirilis tahun depan bakal kembali melesat. Tahun ini, berdasarkan survei EODB 2018 Bank Dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-72 atau naik dari posisi tahun sebelumnya di peringkat 91.
"Kami percaya, peringkat Ease of Doing Business Indonesia tahun depan akan mengalami perbaikan yang lebih spektakuler lagi dibandingkan tahun sebelumnya," tutur Darmin saat menghadiri "Sarasehan 100 Ekonom Indonesia" di Hotel Grand Sahid, Selasa (12/12).
Optimisme Darmin beralasan. Sebab, tahun depan, pemerintah bakal merealisasikan sistem perizinan terintegrasi
(single submission). Dengan sistem ini, calon investor tidak perlu memasukkan dokumen yang sama kepada setiap instansi pemerintah pusat maupun daerah saat mengurus izin. Kendati demikian, Darmin tak menyebutkan target peringkat EoDB tahun depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ke Presiden (Joko Widodo) saya sudah melaporkan," ujarnya.
Saat ini, pemerintah juga telah membentuk satuan tugas (satgas) perizinan di masing-masing kementerian/ lembaga (K/L) baik di tingkat pusat maupun daerah. Satgas tersebut bertugas untuk mengawasi dan mengambil inisiatif, jika menemukan permasalahan dalam hal perizinan. Tak hanya itu, pemerintah juga mengembangkan suatu sistem berbasis daring
(online) sehingga pemerintah mengetahui lokasi perizinan yang bermasalah.
"Di mana nyangkutnya permintaan izin bisa diketahui. Satgas lembaga terkait berkewajiban untuk mengambil langkah supaya (perizinan) selesai," ujarnya.
Selain terkait perizinan, pemerintah tahun depan juga bakal memperbaiki tata niaga dan larangan terbatas (lartas). Saat ini, jenis barang yang diperdagangkan antara Indonesia dengan negara lain mencapai 10.500 item. Sebanyak 42 persen di antaranya, lanjut Darmin, merupakan kategori lartas yang membutuhkan rekomendasi dari kementerian terkait untuk bisa masuk ke Indonesia.
Padahal, rata-rata jumlah barang yang masuk kategori lartas di negara lain hanya 17 persen. Untuk itu, di akhir tahun, pemerintah bakal menekan jumlah barang yang masuk ke dalam kategori lartas menjadi 20 persen.
"Kami sedang memaksa supaya barang tidak dicegat semua di pelabuhan. Pengimpornya pusing, tiga hari tidak keluar dari pelabuhan ongkos menyimpan barang naik berkali-kali lipat," jelasnya.
Masalah perizinan dan perdagangan lintas batas memang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk mendongkrak peringkat kemudahan berusaha.
Sebagai informasi, peringkat kemudahan berusaha diperoleh berdasarkan akumulasi penilaian di 10 indikator utama yaitu proses memulai usaha, berhadapan dengan perizinan konstruksi, mendapatkan listrik, pendaftaran properti, mendapatkan pembiayaan, perlindungan terhadap investor minoritas, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, kepatuhan dalam menjalankan kontrak, dan penyelesaian kepailitan.
Berdasarkan survey tahun ini, dari 10 indikator tersebut, peringkat Indonsia masih di atas 100 untuk lima indikator yaitu menjalankan kontrak proses memulai usaha (144), pembayaran pajak (114), perdagangan lintas batas (112), perizinan konstruksi (108), dan pendaftaran properti (106).
(agi)