Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyatakan ada empat opsi yang kemungkinan dipilih pemerintah untuk proyek Kereta Api Jakarta-Surabaya. Opsi tersebut merupakan hasil studi kelayakan sementara oleh Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Tenaga Ahli Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bidang Politik dan Media Atmadji Sumarkidjo mengatakan, Menteri Luhut B Panjaitan ingin proyek Kereta Api Jakarta-Surabaya mengadopsi teknologi modern. Sehingga, moda transportasi ini menjadi andalan di masa mendatang.
“Pak Menko Maritim (Luhut) melihat jangan pikir tiga atau empat tahun ke depan saja. Tapi, 20 tahun ke depan. Jawa itu nanti ibaratnya akan jadi satu kota yang berat ke depannya, jadi butuh transportasi yang modern,” ujarnya mengutip ANTARA, Selasa (12/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atmadji mengungkapkan, salah satu pertimbangan utama terkait modernisasi kereta api, yaitu menggunakan
standard gauge (lebar jalur kereta api standar) yang saat ini masih menggunakan
narrow gauge (lebar sepur sempit).
Adapun, opsi
pertama, yaitu meng-upgrade jalur
existing dengan
narrow gauge dengan biaya mencapai Rp57 triliun tanpa membangun jalan layang (
flyover). Kecepatan kereta ini diperkirakan mencapai 129 kilometer per jam atau total waktu tempuh 5,5 jam.
Kedua, jika tetap menggunakan jalur
existing dengan
single track narrow gauge dengan kecepatan 129 km/jam dan waktu tempu 5,5 jam, maka investasinya terkerek menjadi Rp88,1 triliun tanpa
flyover.
Ketiga, menggunakan jalur
existing dengan
single track standard gauge membutuhkan investasi Rp92,2 triliun, namun dapat meningkatkan kecepatan kereta hingga jadi 151 km/jam tanpa
flyover. Artinya, waktu tempuh menjadi hanya 4,7 jam.
Keempat, Atmadji menjelaskan, menggunakan
standard gauge double track dengan biaya investasi hingga Rp153 triliun tanpa
flyover, maka kecepatannya menjadi 190 km/jam. Dengan demikian, waktu tempuhnya menjadi lebih cepat lagi, yakni menjadi 3,5 jam.
Namun demikian, ia melanjutkan, pemerintah baru akan mengumumkan hasil studi kelayakan pada Maret 2018 mendatang. Hingga kini belum ada keputusan atas kajian tersebut. Sebelum mengambil keputusan itu pun, pemerintah masih akan berkonsultasi dengan pihak ketiga, yaitu Korea Selatan.
"Kalau pak Luhut mau ke depan yang paling modern. Angkanya besar, tapi biaya kan bisa sampai 50 tahun digantinya," ungkapnya.
Diharapkan, proyek yang masuk dalam Proyek Strategi Nasional (PSN) 2017 tersebut bisa terlaksana sebelum masa kerja Presiden Joko Widodo berakhir 2019 mendatang.
"Pak Presiden sih inginnya sebelum masanya habis 2019 sudah peletakan batu pertama atau
groundbreaking. Kami kejar, semoga bisa," pungkas Atmadji.
(antara/bir)