Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama pemerintah mengaku masih merampungkan ketentuan terkait besaran Premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP). Aturan tersebut diperkirakan bakal rampung tahun depan.
Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan, sekalipun PRP baru aktif digunakan ketika terjadi krisis, kesiapannya harus dimulai dari sekarang. Pungutan premi PRP menurut dia, juga telah telah diamanatkan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) kepada LPS.
"Kami usahakan tahun depan karena itu berdasarkan UU dan LPS di UU tersebut diamanatkan mempersiapkan pembentukan PRP. Sementara untuk bentuk PRP perlu biaya, biaya dari premi. Jadi kami siapkan secepatnya," ujar Destry kepada CNNIndonesia.com di kawasan Kebayoran Baru, Kamis (14/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, menurut Destry, pembentukan aturan PRP masih terus dibahas oleh LPS bersama dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan industri perbankan. Kendati besaran preminya bakal ditetapkan tahun depan, Destry belum bisa memastikan kapan premi tersebut bakal mulai dipungut.
Namun, menurut Destry, kondisi perbankan pada tahun depan sudah mulai membaik dan lepas dari masa konsolidasinya. Dengan demikian, diharapkan kewajiban pembayaran premi PRP pun tak akan membebani perbankan saat diterapkan.
Senada, Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengungkapkan, penerapan premi PRP nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang tengah dirancang melalui Kementerian Keuangan. Namun, ia sendiri belum bisa mengestimasi target penyelesaian PP dan berlakunya premi tersebut.
"Belum, harus tunggu PP. PP belum selesai. Saat ini masih drafting (dirancang). Kalau PP sudah ada, baru kami bisa menerapkan premi untuk restrukturisasi," kata Halim pada kesempatan yang sama.
Sementara itu, dari sisi pembahasan besaran nilai premi, Halim bilang, LPS masih mempertimbangkan dua hal. Pertama, apakah premi ditentukan sama untuk semua pelaku jasa keuangan. Bila skema premi ini dipilih, maka seluruh pelaku jasa keuangan akan membayar premi dengan besaran yang sama.
Kedua, penentuan premi berdasarkan risiko, sehingga bank yang dianggap lebih berisiko perlu membayar besaran premi yang lebih besar dan sebaliknya, yang minim risiko bisa lebih murah.
"Tapi saya rasa tidak jauh dari apa yang sekarang sudah dilakukan oleh LPS untuk premi biasa," katanya.
Kebijakan PRP sendiri tertuang dalam UU PPKSK, termasuk dana untuk program tersebut. Dana PRP baru akan aktif jika Presiden sudah menetapkan ekonomi dan sistem keuangan Indonesia dalam kondisi krisis. Adapun dana PRP akan dipungut dari premi yang dibebankan kepada perbankan.
Dana PRP tersebut dibutuhkan lantaran saat ini aset LPS terbilang masih minim guna menangani krisis. Total aset LPS sampai April 2017 sekitar Rp79,3 triliun atau sekitar 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai Rp6.571 triliun pada kuartal I 2017. Padahal, menurut usulan Organisasi Pendanaan Moneter (International Monetery Fund/IMF), seharusnya PRP sekitar 2 persen sampai 3 persen dari PDB.
(agi)