Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia kembali surplus sebesar US$130 juta secara bulanan (month to month/mtm) pada November 2017. Kendati demikian, surplus bulan sebelumnya lebih ciamik sebesar US$900 juta.
Sementara itu, secara tahun kalender (year to date), neraca perdagangan terbilang surplus US$12.02 miliar atau lebih tinggi dibanding Januari-November 2016 yang sebesar US$9,53 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, surplus tipis terjadi lantaran nilai ekspor pada bulan tersebut sebesar US$15,28 miliar, sedangkan nilai impornya berada di angka US$15,15 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya saja, nilai ekspor ini naik tipis 0,26 persen dibanding Oktober 2017, meski secara tahunan naik 13,28 persen. Adapun, nilai ekspor tumbuh tipis sebab terdapat beberapa komoditas yang harganya menurun, seperti batu bara, minyak kelapa sawit, karet, dan timah.
Ini terlihat dari turunnya ekspor industri tambang sebesar 8,09 persen secara bulanan dan pertanian sebesar 9,5 persen. Namun, di sisi lain, ekspor industri pengolahan naik 4,39 persen dipicu oleh pakaian jadi, besi baja, dan barag perhiasan.
"Pola ini berbeda dibanding bulan sebelumnya, di mana ekspor tambang kini mengalami pertumbuhan yang negatif. Tapi, secara tahun kumulatif 2017, sektor pertambangan naik paling tinggi yakni 34,38 persen," jelas Suhariyanto, Jumat (15/12).
Jika dilihat dari sisi porsinya, ekspor November didominasi oleh barang hasil industri sebesar 74,91 perse yang disusul oleh tambang sebesar 14,71 persen, dan migas sebesar 8,31 persen.
Meski pertumbuhan eskpor bulanan melemah, ia yakin ekspor pada Desember bisa membaik. "Secara tren seperti itu, dan nanti hasil akhir tahun akan terlihat di pertumbuhan ekonomi yang akan kami rilis tahun depan," terang dia.
Sementara untuk impor, angka November yang sebesar US$15,15 miliar juga meningkat 6,42 persen dibanding bulan sebelumnya 19,62 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun dilihat dari sisi penggunaan barang, sebagian besar impor ditujukan untuk bahan baku dan penolong yang tercatat US$11,15 miliar atau naik3,32 persen secara bulanan.
"Kami harapkan, kenaikan barang modal ini akan berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi dari sisi Pertumbuhan Modal Tetap Bruto)," imbuhnya.
Secara kumulatif tahun kalender, nilai ekspor Indonesia tercatat US$153,9 miliar atau naik 17,16 persen dari angka US$131,4 miliar dari tahun sebelumnya, dimana sebagian besar negara tujuan ekspor adalah China, Amerika Serikat, dan Jepang dengan jumlah 34,41 persen.
Sementara, untuk total nilai impor tahun kalender, angkanya tercatat US$141,88 miliar atau naik 15,47 persen dibandingkan tahun sebelumnya US$122,87 miliar, dimana sebagian besar barang didatangkan dari Tiongkok, Jepang, dan Thailand sebesar 45,05 persen.
(bir)