Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta Kementerian Keuangan untuk menerapkan insentif fiskal guna menumbuhkan kembali peranan sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi.
Langkah itu diharapkan bisa meloloskan Indonesia dari jeratan deindustrialisasi selama bertahun-tahun.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, salah satu usulan yang akan disampaikan adalah mengenai tambahan insentif fiskal di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan zona perdagangan bebas (Free Trade Zone).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara rinci disebutkan, Kadin menginginkan adanya pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) (tax allowance) sebesar 50 persen-100 persen bagi perusahaan yang berkomitmen membangun pendidikan vokasi.
Tak hanya itu, asosiasi pengusaha itu juga mendesak pemerintah menerapkan
tax allowance mencapai 200 persen bagi perusahaan yang aktif melakukan riset dan pengembangan (Research and Development).
Dengan menawarkan proposal kebijakan tersebut, Kadin yakin banyak perusahaan yang mau mengembangkan pendidikan vokasi demi mencetak sumber daya manusia yang unggul. Menurut data yang dimilikinya, saat ini terdapat 2.416 perusahaan anggota Kadin yang sudah siap mengembangkan pendidikan vokasi.
“Kami juga melihat riset dan pengembangan di tingkat pengusaha Indonesia cukup rendah dibanding negara-negara Asia Tenggara," pungkasnya, Rabu (20/12).
Sebetulnya penanaman modal di KEK sudah dijamin mendapatkan fasilitas penghapusan pajak (tax holiday). Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 104/PMK.010/2016, di mana investor bisa mendapat pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) badan sebesar 20 persen hingga 100 persen.
Kendati demikian, Investasi di 11 KEK yang sudah ada belum signifikan dan masih perlu terus digenjot. Apalagi, sebagian besar KEK tersebut bergerak di sektor-sektor strategis.
“Kami bicarakan ke Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan bagaimana KEK ini bisa lahirkan industri baru dengan kebijakan fiskalnya, sehingga KEK yang banyak di Indonesia ini bisa membawa industri berkembang,” jelas Rosan, Rabu (20/12).
Ia menambahkan, kebijakan ini tentu akan berdampak pada peningkatan nilai tambah dan kualitas dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, ia juga berharap bisa meningkatkan kembali porsi industri manufaktur di dalam komponen pembentuk produk domestik bruto (PDB).
Menurutnya, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB saat ini kian memprihatinkan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), komponen industri manufaktur memang masih mendominasi PDB dengan angka 19,93 persen di kuartal III.
Sayangnya, angka itu sudah jauh berkurang jika dibanding tahun 2001, di mana kontribusi manufaktur terhadap PDB hampir mencapai 30 persen.
“Dalam 10 tahun terakhir, di Indonesia terjadi yang namanya deindustrialisasi. Industri ini dibanding sektor lain pertumbuhannya itu masih kalah. Pertumbuhan industri pada masa gemilang di tahun 2001-2002 bisa menyumbang 29 persen dari PDB, sekarang hanya 19 persen,” jelas dia.
Ia berharap, kebijakan ini bisa segera diamini pemerintah bersamaan dengan usulan yang sebelumnya telah disampaikan Kadin.
Menurut data BPS, industri manufaktur bertumbuh 5,49 persen di kuartal III, di mana pertumbuhan tertinggi dicapai oleh industri makanan dan minuman dengan angka 9,46 persen. Dengan demikian, jika dilihat dari sumber pertumbuhan, industri manufaktur menyumbang 1,01 persen dari total pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen di kuartal kemarin.
(lav/lav)