Meski secara rata-rata emiten
big caps yang menopang kinerja IHSG, tapi nyatanya delapan dari 10 besar kinerja saham terbaik diisi oleh saham emiten yang baru melakukan penawaran umum saham perdana (
Initial Public Offering/IPO) pada tahun 2017.
Delapan emiten tersebut, diantaranya PT Pelayaran Tamarin Samudra Tbk (TAMU), PT Marga Abhinaya Abadi Tbk (MABA), PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA), PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS), dan PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC).
Selanjutnya, PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS), PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO), dan PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak tanggung-tanggung, harga saham Pelayaran Tamarin Samudra melompat hingga 3.154 persen ke level Rp3.580 per saham. Padahal, harga saham perusahaan saat IPO pada 10 Mei 2017 masih berada di level Rp110 per saham.
Kemudian, harga saham Marga Abhinaya Abadi melonjak 2.430 persen ke level Rp1.200 per saham, Sanurhasta Mitra naik 1.766 persen ke level Rp1.960 per saham, Totalindo Eka Persada tumbuh 1.054 persen ke level Rp3.580 per saham, dan Kapuas Prima Coal meningkat 964 persen menjadi Rp1.490 per saham.
Kemudian, harga saham Kioson Komersial Indonesia menanjak 883 persen ke level Rp2.950 per saham, Sariguna Primatirta naik 556 persen ke level Rp755 per saham, dan harga saham Mark Dynamics Indonesia berakhir di level Rp1.600 per saham atau tumbuh 540 persen.
Menurut Nafan, perusahaan yang baru melakukan IPO memiliki daya tarik tersendiri di hati pelaku pasar. Maka dari itu, aksi beli terus dilakukan oleh pelaku pasar terhadap saham tersebut.
"Pelaku pasar lebih tertarik melihat prospek bisnis emiten tersebut, apalagi jika hasil penggunaan dana dari IPO tersebut adalah dalam rangka ekspansi bisnis," papar Nafan.
 (CNN Indonesia/Fajrian) |
Sayangnya, entitas dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang IPO tidak termasuk dalam delapan emiten tersebut. Nafan berpendapat, pelaku pasar masih perlu melihat lagi prospek bisnis dari anak BUMN yang tahun 2017 kemarin mencatatkan sahamnya di BEI.
"Jadi perlu memberikan keyakinan terhadap pelaku pasar, apalagi pelaku pasar asing jika prospek anak BUMN memang benar-benar prospektif," ucap Nafan.
Pada tahun lalu, BEI memang memiliki empat tamu baru dari anak BUMN, antara lain PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI), PT PP Presisi Tbk (PPRE), PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE), dan PT Jasa Armada Indonesia Tbk (IPCM).
Di sisi lain, Aditya menilai, kenaikan harga saham yang baru saja melantai di BEI hanya disebabkan "market maker". Artinya, ada pelaku pasar yang berusaha menguasai saham emiten yang baru IPO tersebut untuk menguasai harga pasar.
"Jadi karena yang punya saham itu sebenarnya sedikit, jadi pelaku pasar yang memilikinya bisa memainkan harga saham seenaknya," terang Aditya.
Dengan demikian, Aditya tak yakin jika pelaku pasar membeli saham yang baru saja IPO hanya karena melihat prospek dari bisnis emiten tersebut.
"Fundamentalnya sendiri belum tentu bagus," tutup Aditya.
(gir/lav)