Subsidi Pertanian Rp52,2 T Dinilai Rawan Disalahgunakan

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Rabu, 03 Jan 2018 15:15 WIB
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, anggaran subsidi pertanian Rp52,2 triliun tidak efektif untuk petani kecil dan rawan disalahgunakan.
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, anggaran subsidi pertanian Rp52,2 triliun tidak efektif untuk petani kecil dan rawan disalahgunakan. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra).
Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesian Pocily Studies (CIPS) menilai pemerintah perlu merevisi kebijakan di sektor pangan. Salah satunya terkait anggaran subsidi senilai Rp52,2 triliun. Jumlah tersebut dianggap tidak efektif dan rawan disalahgunakan.

Mengutip ANTARA, Rabu (3/1), Peneliti CIPS Hizkia Respatiadi mengatakan, kebijakan yang tidak tepat berdampak pada permasalahan ketersediaan, serta harga pangan. 

“Sebagai negara dengan jumlah penduduk besar, Indonesia seharusnya melihat isu pertanian dan pangan bukan hanya dari sisi produsen, melainkan juga dari sisi konsumen,” ujarnya.

Ambil contoh, subsidi pupuk, yang dinilai lebih banyak dinikmati oleh petani kaya dengan lahan antara 0,75 hektare (ha) sampai 2 ha. Padahal, sasaran utama dari subsidi pertanian adalah para petani miskin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Subsidi yang berlebihan tanpa melihat kondisi pasar justru rawan disalahgunakan. Studi Bank Dunia menunjukkan hanya 21 persen petani penerima subsidi pupuk masuk dalam kategori petani kecil di Indonesia. Selain itu, hal ini juga membebani anggaran negara, sehingga berpotensi membebani masyarakat dalam bentuk pajak," paparnya.

Hizkia menuturkan, terkadang dalam beberapa kasus, seperti cabai, subsidi malah berpotensi menciptakan kelebihan produksi yang mengakibatkan kejatuhan harga, sehingga merugikan para petani sendiri.

Sebelumnya, CIPS sempat menyebut kebijakan restriksi atau pembatasan impor yang berlebihan juga ternyata tidak efektif dalam menurunkan harga pangan yang masih dibutuhkan oleh banyak warga.

"Pemerintah harus merevisi peraturan yang menghambat dan bersifat nontarif. Selain itu, terkait kebijakan impor, untuk menghindarkan monopoli, pemerintah sebaiknya juga memberikan kesempatan kepada pihak lain di luar pihak yang itu-itu saja untuk mengimpor komoditas pangan," kata Hizkia.

Menurut dia, restriksi terhadap impor terutama terkait produk hortikultura, hewan dan juga turunannya dinilai tidak efektif untuk menurunkan harga di pasar.

Pemerintah, sambung dia, tidak perlu ragu untuk melibatkan diri ke dalam perdagangan internasional dan mengambil manfaat dari mekanisme pasar karena dengan mengikuti mekanisme pasar, harga komoditas pangan di Tanah Air yang akan lebih terjangkau. (antara/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER