Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat, total obligasi korporasi jatuh tempo pada paruh pertama tahun 2018 mencapai Rp42 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi 20 persen dari total obligasi jatuh tempo pada semester I tahun 2017 sebesar Rp35 triliun
Kepala Divisi Operasional IBPA, Ifan Mohamad Ihsan memaparkan, mayoritas obligasi jatuh tempo ini berasal dari perusahaan pembiayaan
(multifinance). Porsinya mencapai hampir setengah dari total keseluruhan obligasi jatuh tempo, yakni 49 persen atau sebesar Rp21 triliun.
Perusahaan pembiayaan yang memiliki obligasi jatuh tempo tersebut, misalnya PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) atau Adira Finance, PT Astra Sedaya Finance (ASF), dan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Umumnya, mereka (perusahaan pembiayaan) menerbitkan obligasi untuk ekspansi usaha. Dalam hal ini penyaluran pembiayaan," kata Ifan kepada
CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Tak heran, perusahaan pembiayaan seringkali mencari pendanaan baik dari pasar modal maupun perbankan. Dalam hal pembayaran utang obligasi jatuh tempo, Ifan menjelaskan, umumnya perusahaan pembiayaan akan menggunakan kas internal terlebih dahulu.
"Namun, nantinya kalau ada kebutuhan-kebutuhan ekspansi usaha maupun pembiayaan lainnya, opsi pembiayaan kembali
(refinancing) bisa digunakan," sambung Ifan.
Hal tersebut diamini oleh Direktur Utama Adira Finance, Hafid Hadeli. Menurutnya, perusahaan telah menyiapkan pembayaran utang obligasi jatuh tempo pada semester I 2018 dengan total Rp2,5 triliun.
Jumlah itu terbagi atas tiga obligasi yang diterbitkan Adira Finance dalam waktu yang berbeda dan waktu jatuh tempo yang berbeda. Jadwal pelunasan utang obligasi paling dekat jatuh pada 1 Maret 2018 mendatang sebesar Rp851 miliar, dilanjutkan pada 2 April 2018 sebesar Rp913 miliar, dan 30 Juni 2018 senilai Rp741 miliar.
"Sudah pasti kami siapkan," ucap Hafid.
Ia menerangkan, perusahaan akan meraih dana segar lebih dari Rp2 triliun dari angsuran yang dibayar oleh nasabahnya setiap bulan. Sebagian dana itu akan digunakan untuk membayar utang obligasi yang sudah jatuh tempo.
"Sebagian kami sisihkan untuk pembayaran jatuh tempo termasuk obligasi. Sisanya kami gunakan untuk pembiayaan baru," kata Hafid.
Namun, manajemen tidak memiliki rumus pasti berapa persentase yang perlu dimasukan dalam pos pembayaran utang jatuh tempo. Hal ini akan bergantung pada jumlah utang dan waktu jatuh temponya.
"Minimal dua minggu sebelum jatuh tempo dana sudah siap," katanya.
Senada, Direktur Utama Astra Sedaya Finance Jodjana Jody mengaku, pihaknya akan menggunakan sebagian dana yang dikumpulkan dari angsuran nasabah setiap bulan untuk membayar utang jatuh tempo.
"Dana untuk pembayaran utang obligasi selalu siap karena himpunan dana kami tiap bulan ada Rp2,5 triliun, serta dana menganggur bulanan sekitar Rp600 miliar sampai Rp700 miliar," papar Jodjana.
Dengan demikian, perusahaan tidak pernah bermasalah dengan hal pembayaran utang obligasi jatuh tempo. Namun, Jodjana juga tak lupa memastikan arus kas perusahaan tidak negatif.
"Yang pasti kerjaan bagian keuangan mencocokan kewajiban pembayaran utang agar arus kas tetap positif," sambung Jodjana.
Pada semester I 2017 ini, Astra Sedaya Finance memiliki dua utang obligasi jatuh tempo. Pertama, utang obligasi sebesar Rp1 triliun yang jatuh tempo pada 13 Maret 2018. Kedua, utang obligasi sebesar Rp75 miliar pada 4 April 2018.
Adapun, BFI Finance memiliki utang obligasi jatuh tempo sepanjang semester I 2018 ini mencapai Rp1,23 triliun. Jumlah ini terbagi dari tiga obligasi.
Lebih rinci, perusahaan memiliki jadwal pembayaran utang obligasi sebesar Rp142 miliar pada 25 Februari 2018, kemudian Rp540 miliar pada 12 Maret 2018, dan Rp550 miliar pada 19 Maret 2018.
Sudjono, Direktur Keuangan BFI Finance menuturkan, manajemen akan menyisihkan sebagian hasil angsuran yang diterima dalam jangka waktu satu hingga dua minggu sebelum utang obligasi jatuh tempo.
"Arus kas yang berasal dari pembayaran konsumen cukup besar, bisa sekitar Rp1,2 triliun per bulan," ujar Sudjono.
Bila dana tidak tercukupi, lanjut Sudjono, perusahaan masih memiliki fasilitas pinjaman dari perbankan yang bisa ditarik kapan saja.
(agi)