Jakarta, CNN Indonesia -- Perhimpunan Pedagang Surat Utang (Himdasun) resmi merilis pedoman standar bagi pasar (market standard) transaksi repo atas efek yang bersifat utang (obligasi). Hal ini guna memberi acuan bagi transaksi repo di Indonesia.
Ketua Himdasun Farida Thamrin mengatakan, pedoman ini sebenarnya telah digagas sejak 2011. Namun, penyusunannya kian gencar ketika terbit Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 09/POJK.04/2015 yang mensyaratkan penggunaan dokumen GMRA dalam pelaksanaan transaksi repo yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan.
“
Market standard ini mengacu pada ketentuan di Indonesia,
best practice international, dan kondisi pasar di Indonesia,” ujar Farida dalam peluncuran
market standard di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (12/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Farida berharap pedoman ini membuat pendalaman bagi pasar modal Indonesia, sehingga bisa memberi dampak lebih luas ke perekonomian Tanah Air.
Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen melihat, pedoman ini akan membuat pasar surat utang lebih dalam dan likuid, sehingga bisa mendorong pasar surat utang yang lebih kredibel. Namun, yang tak kalah penting adalah memberikan mitigasi risiko sistemik di sektor ini.
“Integrasi pasar obligasi dengan pasar repo di Indonesia akan mendorong pengembangan alternatif sumber pembiayaan dan mengurangi ketergantungan pada pinjaman bank,” kata Hoesen pada kesempatan yang sama.
Di sisi lain, Hoesen melihat, pedoman ini memang dibutuhkan lantaran perkembangan pasar modal, khususnya pasar surat utang sepanjang tahun lalu tengah menunjukkan tren yang positif.
Hal ini, sambungnya, terlihat dari kenaikan peringkat Indonesia Composite Bond Index (ICBI) sebesar 34,53 basis poin (bps) dari 208,45 pada 2016 menjadi 242,98 pada tahun kemarin.
Selain itu, Indonesia juga telah mendapat dua perbaikan peringkat dari lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P) pada Mei 2017 dan Fitch Ratings pada Desember 2017.
OJK mencatat, rata-rata
yield obligasi pemerintah sebesar 6,69 persen pada 2017. Angka tersebut tercatat turun sekitar 140,97 bps sepanjang tahun lalu. Adapun rata-rata
yield obligasi korporasi rating A turun sebesar 165,15 bps menjadi 9,07 persen pada tahun lalu.
Sementara rata-rata nilai transaksi harian obligasi Indonesia sebesar Rp16,7 triliun pada 2017. Angka ini naik sekitar 5,88 persen secara tahunan (
year-on-year/yoy) dari 2016 senilai Rp15,77 triliun.
Sedangkan transaksi repo selama tahun lalu naik sekitar 15,97 persen dari Rp263,17 triliun pada 2016 menjadi Rp305,21 triliun pada 2017. Rata-rata nilai transaksi harian repo sebesar Rp1,28 triliun pada tahun lalu atau naik sekitar 16,36 persen (yoy).
(gir/bir)