Jakarta, CNN Indonesia -- Moody's Investors Service menyematkan peringkat Ba2 dengan prospek stabil untuk rencana penerbitan obligasi senior tanpa jaminan yang berdenominasi rupiah oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).
Lembaga pemeringkat internasional itu menyatakan peringkat obligasi Ba2 sesuai dengan corporate family rating (CFR) Wijaya Karya, karena obligasi tersebut merupakan hak langsung tidak bersyarat perusahaan yang tidak terkoordinasi, dan tanpa jaminan.
Moody's juga mengungkapkan Wijaya Karya akan menggunakan dana hasil penerbitan obligasi tersebut untuk mendanai belanja modal dan melunasi sebagian dari pinjaman yang ada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penerbitan obligasi yang diusulkan akan memperbaiki profil likuiditas Wijaya Karya, karena berencana menggunakan dana tersebut untuk membayar sekitar Rp1,75 triliun
utang jangka pendek, dengan sisa dana dialokasikan ke sebagian pre-funding dalam belanja modal dan investasi, "kata analis Moody's Maisam Hasnain dalam keterangan resmi, Senin (15/1).
Ia menjelaskan, rencana belanja modal dan investasi Wijaya Karya meliputi proyek konstruksi jalan tol, proyek transit-oriented development (TOD), dan investasi saham di proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, di mana perusahaan memiliki 22,8 persen saham yang efektif.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara, Moody's menilai CFR Wijaya Karya mencerminkan level b1 untuk baseline credit assessment (BCA) dan kenaikan dua tingkat rating berdasarkan
prediksi Moody's bahwa perusahaan akan menerima dukungan luar biasa dari pemerintah Indonesia.
Selain itu, BCA Wijaya Karya mencerminkan posisi terdepannya sebagai salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia, dengan jalur yang mapan dan catatan menyelesaikan proyek besar. Kemudian, order book yang cukup besar memberikan visibilitas pendapatan dan arus kas yang baik. Diversifikasi profil dengan beberapa segmen usaha juga dinilai mendukung margin laba yang stabil.
Peniliaian BCA itu juga memasukkan pandangan Moody's bahwa Wijaya Karya akan mendapatkan keuntungan dari inisiatif pemerintah Indonesia untuk mempercepat infrastruktur pembangunan.
Namun, di sisi lain, kekuatan kredit mandiri Wijaya Karya dibatasi oleh meningkatnya konsentrasi risiko yang terkait dengan tiga kontrak yang terbesar, yang bersama-sama menyumbang sekitar 29 persen dari order book.
Tak hanya itu pengeluaran modal dan rencana investasi yang cukup besar, yang dilihat secara leverage, dan diukur dengan rasio utang dan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) meningkat cukup moderat ke level sekitar 4x.
Sementara, prospek pemeringkatan yang stabil, mencerminkan ekspektasi Moody's bahwa Wijaya Karya akan mempertahankan posisi pasar utamanya, dan menunjukkan kemampuan eksekusi proyek yang kuat. Prospek tersebut juga mencerminkan perkiraan Moody's bahwa kinerja operasi perusahaan akan tetap didukung oleh order book yang cukup besar.
Wijaya Karya sebelumnya memberi keterangan mengenai jumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah rampung hingga akhir November 2017. Perseroan menyatakan terdapat 29 proyek selesai sampai dengan 2017 dari total 65 PSN yang dikerjakan oleh BUMN itu.
Dari ke-29 proyek tersebut di antaranya adalah Bendungan Jatigede di Sumedang Jawa Barat, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk di Kalimantan, PLBN Entikong di Kalimantan serta Terminal tiga Bandara Soekarno-Hatta.
“Dengan demikian, apabila disampaikan Proyek Strategis Nasional baru menyelesaikan 4 dari total 245 yang direncanakan, maka diperlukan penjelasan tambahan bahwa target waktu penyelesaian dari proyek-proyek strategis nasional tersebut memiliki perbedaan antara satu dan lainnya,” kata Sekretaris Perusahaan WIKA Puspita Anggraeni, Senin (17/12).
(lav)