Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami anomali karena hanya tumbuh tipis, sementara indikator makro dalam negeri cukup positif.
"Negara lain pertumbuhannya lebih tinggi, padahal indikator ekonomi positif untuk perubahan," ungkap Jusuf Kalla, Selasa (2/1).
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi kuartal III 2017 sebesar 5,06 persen secara tahunan (
year on year/yoy). Angka ini sebenarnya lebih baik bila dibandingkan dengan kuartal II 2017 sebesar 5,01 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, pencapaian ini masih di bawah ekspektasi pemerintah dan Bank Indonesia yang semula memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2017 dapat mencapai 5,3 persen hingga 5,4 persen.
Jusuf Kalla melanjutkan, beberapa faktor yang seharusnya mendorong ekonomi Indonesia tumbuh signifikan, diantaranya tingkat inflasi yang rendah dan kenaikan harga komoditas.
"Harga komoditas sekarang Alhamdulillah naik, dulunya sering menjadi kambing hitam. Kemudian utang Indonesia terjaga," terang Jusuf Kalla.
Namun, ia menyebut investasi riil di Indonesia perlu ditambah untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Artinya, bukan hanya jumlah investasi di pasar modal yang meningkat.
"Jadi dalam bentuk fisik juga, pabrik, apakah itu smelter dan lain-lain," kata Jusuf Kalla.
Untuk itu, sejumlah emiten diharapkan untuk menambah ekspansinya agar investasi riil bisa ikut terangkat. Hal ini karena letak permasalahan utama Indonesia masih pada investasi riil.
Sementara itu, ia mengapresiasi pencapaian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menanjak signifikan pada tahun 2017 hingga menembus rekor tertinggi di level 6.355.
"Kami bangga kepada indeks. Indeks yang selalu dilalui tiap hari ialah harapan, jadi bahwa saya membeli saham ini dengan harapan usahanya lebih baik," pungkas Jusuf Kalla.
(gir/agi)