Jakarta, CNN Indonesia -- Serikat Pekerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang terdiri dari Serikat Karyawan Sekarga dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memangkas jumlah anggota direksi perseroan dari sembilan orang menjadi hanya enam orang.
Restrukturisasi anggota direksi tersebut dianggap perlu demi menjaga kelangsungan bisnis perusahaan penerbangan pelat merah itu. Serikat Pekerja (SP) menilai, jumlah direksi saat ini sebagai salah satu pemborosan dan bertentangan dengan keinginan perseroan untuk efisien.
Selain itu, Ketua Umum Sekarga Ahmad Irfan mengatakan, SP Garuda juga meminta agar kinerja direksi dievaluasi, bahkan dilakukan pergantian direksi yang profesional yang berasal dari internal perseroan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Terlebih lagi, beberapa tugas direksi masih tumpang tindih dan perseroan tidak menunjukkan peningkatan kinerja,” ujarnya, Selasa (23/1).
Berdasarkan kinerja keuangan, perseroan tercatat merugi hingga US$207,5 juta dan nilai saham per 19 Januari 2018 hanya Rp314 per lembar atau melorot 58 persen dibandingkan saat pertama kali melantai di bursa modal (initial public offering).
Lebih rinci Ahmad menerangkan, perseroan tidak memiliki pesawat kargo atau frighter. Pendapatan dari lini kargo pun tidak menunjukkan peningkatan kentara. Namun, kursi anggota direktur salah satunya diisi oleh direktur kargo.
Kemudian, perseroan juga tercatat memiliki direktur produksi. Padahal, perseroan telah memiliki direktur operasi dan direktur teknis. Kedua jabatan itu disebut berakibat pada tumpang tindihnya peran direktur. Selain itu, ada juga kursi untuk direktur pelayanan.
Umumnya, sambung dia, perusahaan maskapai penerbangan hanya memiliki enam anggota direksi yang terdiri dari direktur utama, direktur operasional, direktur teknik, direktur keuangan, direktur personalia, dan direktur komersial.
“Garuda sudah merugi dengan menambah anggota direksi. Ini yang menurut kami sangat, sangat, kurang tepat,” imbuh Ahmad.
Tak Ada Minuman Hangat Dari sisi operasional, Ahmad mengungkapkan, manajemen malah memangkas biaya ke pelanggan. Ia mencontohkan, penumpang perjalanan rute pendek tidak akan lagi menikmati permen dan minuman hangat karena layanan itu sudah ditiadakan.
Tak cuma itu, layanan bagasi untuk penumpang kelas pertama yang tersedia di setiap kota, kini hanya tersisa di jakarta dan Kualanamu. “Kami mendukung efisiensi, tetapi yang benar, jangan total cost (biaya) dipotong,” katanya.
Puncak kekesalan SP terjadi pada penundaan penerbangan yang sempat terjadi pada Desember 2017, di mana manajemen tidak menyiapkan backup sistem penugasan pilot dan awak kabin pada saat migrasi ke sistem baru. Akibat gangguan sistem itu, banyak jadwal penerbangan perseroan terganggu dan membuat kesal penumpang.
“Sistem yang lama, jika penerbangan pesawat cancel (batal), kru dicatat tidak bergerak, tetapi sistem baru ini pesawat cancel tetapi kru tetap bergerak," tutur dia.
Ahmad menilai, hubungan industrial saat ini tidak harmonis lantaran perseroan banyak melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja sama/profesi yang telah disepakati. Hal itu menimbulkan perselisihan.
Misalnya, pada waktu bulan puasa, jam kerja disepakati pukul 07.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Namun, kebijakan itu diubah menjadi dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB.
"Bagi karyawan wanita ini masalah. Karena pulang pukul tiga dan empat itu berbeda waktu perjalanan pulangnya dan waktu menyiapkan makanan berbuka di rumah," terang Ahmad.
Ketua Harian SP Tomi Tampatty menambahkan, pihaknya telah menyampaikan seluruh keluhan pekerja kepada manajemen. Sayangnya, manajemen terkesan menjaga jarak. "Kami agak miris dengan status bintang lima, tetapi pelayanan dikurangi," ujar Tomi.
Sekadar informasi, Sekarga beranggotakan sekitar 1.800-an karyawan dari total 3 ribu-an karyawan perseroan. Sementara, APG beranggotakan sekitar 1.200-an pilot dari total 1.300 pilot perseroan.
(bir)