Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan industri kecil dan mikro sepanjang tahun 2017 berada di angka 4,74 persen. Pertumbuhan ini merupakan yang terendah sejak 2013 lalu.
Tahun 2013 lalu, industri kecil dan mikro sempat tumbuh 7,51 persen, kemudian menurun pada 2015 sebesar 5,71 persen, dan kembali naik kendati tipis pada 2016 sebesar 5,78 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, laju pertumbuhan industri mikro dan kecil terus menurun secara kuartalan sepajang tahun 2017. Di kuartal I, pertumbuhan industri kecil dan mikro ada di angka 2,44 persen. Namun di triwulan akhir, pertumbuhan ini justru mencatat angka negatif 0,21 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ini karena ada beberapa industri yang mencatat pertumbuhan negatif sepanjang tahun 2017 ini. Meski memang, kontribusi paling besar masih dicatat industri makanan sebesar 30,51 persen dengan eprtumbuhan 9,2 persen,” kata Suhariyanto di Gedung BPS, Kamis (1/2)
Salah satu sektor yang perlu menjadi perhatian, lanjut dia, adalah industri pengolahan tembakau. Sebab sepanjang tahun 2017, industri ini malah terjun bebas 20,45 persen, meski kontribusinya hanya 0,4 persen.
Menurut Suhariyanto, ini disebabkan karena masa panen tembakau yang tahun lalu tidak menentu, sehingga produksi industri kecil dan mikro lunglai 30 persen. Adapun, awan hitam bagi industri kecil dan mikro ini melanda tiga provinsi, yakni Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barata, dan Jawa Tengah.
"Karena memang musimnya kurang baik, jadi beberapa lokasi produksinya menjadi rendah," kata dia.
Meski demikian, BPS malah mencatat kinerja positif bagi industri besar dan sedang yang tumbuh 4,74 persen. Kinerja industri tersebut mulai pulih dibanding tahun sebelumnya yang hanya 4,01 persen. Adapun, pertumbuhan paling besar terdapat pada sektor industri makanan dengan nilai 9,93 persen dan kontribusinya terhadap produksi industri besar dans edang di angka 27,09 persen.
Meski demikian, hal ini dianggap kurang mumpuni, mengingat industri besar nasional masih bergantung dengan industri makanan. Artinya, jika industri makanan goyah, maka pertumbuhan industri besar dan sedang juga bisa ikut bergejolak.
“Karena kontribusinya cukup besar, maka kunci utamanya ya memang industri makanan,” papar dia.
(agi)