TOP TALKS

Upaya Indocement Raup Cuan di Tengah Lubernya Pasokan Semen

Dinda Audriene Muthmainah | CNN Indonesia
Senin, 05 Feb 2018 12:12 WIB
Masalah kelebihan pasokan semen terpaksa membuat perusahaan di sektor tersebut, termasuk Indocement memutar otak agar kinerja perusahaan tetap kinclong.
Masalah kelebihan pasokan semen terpaksa membuat perusahaan di sektor tersebut, termasuk Indocement memutar otak agar kinerja perusahaan tetap kinclong. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masalah kelebihan pasokan (oversupply)  dalam industri semen terpaksa membuat perusahaan di sektor tersebut memutar otak agar kinerja perusahaan tetap kinclong.

Dalam catatan Asosiasi Semen Indonesia (ASI), produksi semen nasional masih surplus sebesar 40 persen sepanjang tahun 2017. Padahal, penjualan semen baik untuk domestik maupun ekspor naik 9,7 persen menjadi 69,37 juta ton tahun 2017. Surplus produksi tersebut pun diperkirakan masih akan berlanjut di tahun ini.

Selain kelebihan pasokan, produsen semen juga terkena imbas dari kenaikan harga batu bara yang terjadi dua tahun belakangan ini. Hal ini tentu akan menambah biaya produksi semen. Seperti diketahui, harga batu bara kembali melejit pada tahun 2018 dan telah mencapai US$100 per metrik ton.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beruntung, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk sebagai salah satu produsen semen masih mencatatkan keuntungan hingga kuartal III 2017 sebesar Rp1,4 triliun. Namun, angka itu sebenarnya turun 55,41 persen dari kuartal III tahun 2016 yang mencapai Rp3,14 triliun.

Bagaimana upaya perusahaan untuk tetap mencetak keuntungan di tengah situasi yang kurang menguntungkan bagi industri semen? Berikut wawancara CNNIndonesia.com dengan Direktur Utama Indocement Christian Kartawijaya, belum lama ini.

Apa upaya perusahaan untuk mempertahankan kinerja, ketika jumlah kelebihan pasokan semen terus bertambah?

Kelebihan pasokan pada tahun 2017 kurang lebih 34 juta ton. Tahun ini, kami perkirakan bertambah delapan persen atau sekitar tujuh sampai delapan juta ton. Lalu permintaan kami estimasi tumbuh enam persen, kurang lebih tiga sampai empat juta ton.

Dengan demikian, jumlah kelebihan pasokan semakin besar. Dari 34 juta ton menjadi 38 juta ton. Ini semua kondisi nasional.

Dengan kondisi kelebihan pasokan kami ada dua pilihan. Kalau kami jual semua ke pasar, maka akan membuat ketidakstabilan karena tidak semua semen akan terserap. Jadi, mau tidak mau utilisasi pabriknya kami turunkan. Kebijakan itu yang kami ambil saat ini.

Ada dua hingga tiga pabrik yang tidak beroperasi saat ini, itu (keduanya) pabrik tahun 1975 atau pabrik yang tua lah. Sebenarnya masih bisa beroperasi, tapi karena tidak efisien jadi kami tidak operasikan. Dengan demikian, utilisasi pabrik perusahaan saat ini hanya 75 persen.

Apa ada strategi atau bentuk efisiensi khusus?

Memang mau tidak mau kondisi kelebihan pasokan itu akan membawa tingkat persaingan yang tinggi, karena emua perusahaan mau jual dari apa yang dihasilkan dan akibatnya harga turun. Harga turun dua tahun ini, saya tidak bisa bantah itu terjadi. Harga sudah turun 20 persen sampai 21 persen, jadi sekitar 10 persen sampai 11 persen per tahun selama dua tahun ini.

Di sisi lain, beban biaya produksi juga meningkat karena harga batu bara yang terus naik. Harga batu bara menjadi salah satu beban biaya utama di pabrik semen, kurang lebih 40 persen biaya produksi kami itu dari batu bara.

Harga batu bara sendiri saya hitung sudah sekitar 46 persen dalam dua tahun, sedangkan satu tahun kemarin naik 33 persen. Biaya produksi selama dua tahun kalau dihitung naik 18 persen, sedangkan harga turun 20 persen.

Tapi bersyukur perusahaan memiliki langkah efisiensi, jadi keseluruhan biaya produksi kami sebenarnya dua tahun ini bukannya naik,tapi bisa dikatakan tahun 2016 dan tahun 2017 stagnan. Mau tidak mau kami jadi efisiensi.

Efisiensi dengan cara apa? Dengan cara tadi, tidak menjalankan pabrik yang tidak efisien, tetapi menjalankan pabrik yang lebih efisien. Kalau tidak kami tidak bisa survive.

Lalu yang juga harus kami pikirkan masalah kemacetan, karena ini terkait dengan distribusi semen. Misalnya kami bawa ke Cibitung di Bekasi sana, biasanya satu setengah jam dari pabrik Citeureup, sekarang menjadi tiga setengah jam. Lalu misalnya kirim ke Bandung Barat biasanya empat jam sekarang jadi delapan jam.

Akibatnya apa? Satu ya biaya, kan biaya semakin panjang kan. Kedua, jumlah truk yang kami butuhkan jadi meningkat karena biasanya bolak-baliknya cepat, misalnya seperti ke Bandung, biasanya tiga sampai empat setelah itu dia balik lagi empat jam. Jadi total sekitar tujuh sampai delapan jam, sekarang bisa seharian habis di jalan. Ini membuat kami harus pintar-pintar mengaturnya, salah satu cara yang kami lakukan salah satunya adalah kereta api.

Jadi membawa semennya menggunakan kereta api. Ini salah satu langkah terobosan. Saya selalu bilang di mana ada kesusahan, pasti kami dipaksa untuk bertahan dan inovasi. Jadi menurut saya itu yang coba kami lakukan. Penggunaan kereta api meningkat, sekarang dari Citeureup itu bisa sampai dua ribu ton per hari.

Langkah terobosan lain yaitu terminal. Maksudnya begini, Indonesia itu kan negara maritim, kami butuh memikirkan bagaimana membawa semen. Kalau semua semen dilakukan lewat darat susah sekali, jadi makanya kami membangun terminal.

Jadi, kami bangun terminal di tepi sungai dan tepi laut agar kami bisa bawa menggunakan kapal. Kami investasi di dua terminal di Sumatra Rp430 miliar pada tahun 2017 dan 2018 ini, di Palembang dan di Lampung.
Distribusi semen melalui laut menjadi salah satu upaya efisiensi yang juga dilakukan Indocement untuk menghemat biaya transportasi.Distribusi semen melalui laut menjadi salah satu upaya efisiensi yang juga dilakukan Indocement untuk menghemat biaya transportasi.(ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto)
Lebih baik membangun pabrik baru sebagai langkah efisiensi dibandingkan dengan menggunakan pabrik yang sudah ada?

Lebih baik membangun pabrik baru, tapi itu juga tergantung belanja modal perusahaan. Saya melihat saat ini kami sudah tidak bangun pabrik lagi, karena saat ini sudah lebih dari cukup. Kami hanya 70 persen dari total 25 juta ton yang kami pakai. Jadi kalau saat ini ditanya, lebih baik membangun pabrik baru atau menggunakan yang sudah ada? Ya, memakai yang ada.

Buat apa bangun pabrik baru, kalau kondisi kelebihan pasokan juga masih besar, masih sekitar 38 juta ton. Kalau permintaan hanya naik empat sampai lima juta ton, itu sampai tujuh tahun baru terkonsumsi. Jadi, saya rasa perusahaan belum butuh pabrik baru sampai empat hingga lima tahun ke depan.

Apakah perusahaan masih akan gencar membangun terminal agar distribusi ke berbagai pulau?

Kami akan lanjutkan untuk membangun distribusi, jadi kami masih mencari tempat-tempat yang khusus begitu ya. Kami sudah ada terminal di Pontianak, Kalimantan Timur di Samarinda, Lombok, dan Surabaya. Kami juga sebenarnya punya beberapa rencana bangun di tempat lain. Kami sedang jajaki karena sekali lagi Indonesia itu negara maritim. Menurut saya, negara maritim itu mau tidak mau harus lewat laut.

Dengan berbagai upaya tersebut, apakah perusahaan optimis kinerja keuangan perusahaan tahun 2018 akan tumbuh?

Kami berharap, kami bisa bertahan. Volume bisa bertumbuh dengan bantuan ada terminal yang kami jalankan, lalu juga pabrik baru. Jadi, kami bisa mendapatkan keuntungan dari segi pengurangan biaya produksi.

Kami ada langkah inovasi pada tahun 2017 dan tahun 2018, misalnya kami meluncurkan super slag cement. Apa itu? Ini kami ambil dari limbahnya steel factory. Ini bagusnya untuk pembangunan pelabuhan, karena slag cement ini kalau ke laut, beton itu sering keropos kan, sementara semen ini anti keropos dan lebih kuat dengan air laut.

Kalau ditanya bisa ditutup positif, tentu bisa ditutup positif. Positif dalam arti kami tidak negatif (tidak merugi).

Faktor apa saja yang sebenarnya dapat mendorong kinerja industri semen, lebih karena infrastruktur atau properti?


Sebanyak 75 persen itu kami jualan semen kantong, 25 persen semen curah untuk beton. Jadi, memang beton itu tidak banyak. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sendiri katakan kebutuhan semen untuk infrastruktur hanya sekitar 4 juta ton, sedangkan jumlah permintaan 66 juta ton dan tumbuh menjadi 70 juta ton. Maka dari itu, menurut saya, dampak dari infrastruktur itu kecil.

Tapi yang besarnya apa? multipiler effect nya. Nah multiplier effect nya ini mudah-mudahan bisa naik pada tahun 2018. Sebabnya apa? karena ada batu bara dan Crude Palm Oil (CPO) yang harganya naik, kalau dua komoditas itu harganya naik, akibatnya kan tambang-tambang di daerah pada jalan lagi.

Uang akan kembali ke rakyat. Kebanyakan orang kan kerja di tambang, jadi menurut saya itu sangat positif. Itu yang saya menantikan multiplier effect itu, termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada).

Dengan pilkada, katanya ada uang yang beredar. Jadi dengan komoditas booming lagi, meski kenaikan harga batu bara ikut memukul kami tapi di sisi lain juga akan meningkatkan permintaan.

Kalau saya ditanya lebih baik mana, ya lebih baik begitu sih (harga naik, tapi ada multiplier effect). Ini agar permintaan naik, sekarang yang Pak Joko Widodo (Jokowi) mau kan permintaan naik. Intinya, multiplier effect ini yang akan menolong kami pada tahun 2018.
Artinya, apabila industri properti kembali tumbuh tajam tahun ini maka sangat membantu industri semen?

Bisa, dan kami bisa sediakan pasokannya. Persediaan stok semen kami banyak, tapi masih berlebihan juga pada tahun 2018. Bahkan, jika melejit lima kali lipat pun kami tetap bisa sediakan.

Berapa rata-rata harga semen yang dijual perusahaan saat ini?

Beda-beda, karena tiap daerah itu kan beda, tergantung ongkos kirim. Memang biasanya kami melihat harga itu rata-rata turun 10 persen per tahun.

Apakah harga semen akan turun lagi tahun ini?

Sampai sekarang kami masih mempertahankan harga, karena kan batu bara sudah naik begitu tinggi. Lalu minyak juga naik. Ini akan membuat tekanan tersendiri untuk biaya produksi, sedangkan harga sudah turun 20 persen dalam dua tahun belakangan.
Menurut saya, kalau permintaannya ada, tentunya harga sama permintaan kan saling bergantungan. Kalau permintaannya bisa menyerap, saya rasa harga naik itu wajar sekali. Tapi kalau permintaan tidak bisa menyerap, ya mungkin harga stagnan atau cenderung turun bisa juga.

Jadi, ini sulit tahun 2017 dan tahun 2018 karena jumah kelebihan pasokannya masih besar. Tapi yang pasti perusahaan tidak berdiam diri, kami coba bersaing.

Sebenarnya, industri semen telah menderita kondisi kelebihan pasokan sejak kapan?

Mungkin sejak 2014 ya, sebenarnya kelebihan pasokan semen di Indonesia ini terus menerus terjadi, tapi memang semen itu kan ada masa-masa pemeliharaan. Selama utilisasi 75 persen itu tidak apa-apa, karena utilisasi tidak bisa sampai 100 persen. Pabrik semen harus berhenti 45 hari untuk ganti batu bata di dalamnya. Tapi kalau utilisasi nya 60 persen itu tidak wajar. Sejak tahun 2014 utilisasi itu yang menurun. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER