Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menilai kekhawatiran akan terulangnya siklus krisis ekonomi setiap 10 tahun tak beralasan. Gubernur BI Agus Martowardojo 'percaya diri' fundamental ekonomi Tanah Air masih kuat.
Optimisme tersebut tampak dari berbagai indikator makro ekonomi dan sistem keuangan saat ini.
"Lihatlah, fundamental ekonomi saat ini, dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca pembayaran, fiskal, cadangan devisa, transaksi berjalan. Semua menunjukkan kondisi yang baik," ujarnya usai memberi kuliah umum di Kampus Perbanas Institute, Rabu (21/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Agus menjelaskan, Indonesia mampu mencetak pertumbuhan ekonomi hingga 5,07 persen secara tahunan (year on year). Lalu, inflasi berada di angka 3,49 persen pada Desember 2017 lalu dan menjadi 3,25 persen pada Januari 2018.
Kemudian, neraca pembayaran mencatat surplus sebesar US$11,6 miliar sepanjang tahun lalu dengan cadangan devisa sebesar US$130,2 miliar.
Sementara itu, transaksi berjalan defisit sebesar US$17,3 miliar atau sekitar 1,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Agus menilai, siklus krisis ekonomi juga tak relevan terjadi pada tahun ini karena bank sentral bersama dengan pemerintah telah memiliki Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
"Itu menunjukkan bahwa komitmen Indonesia bersiap-siap agar tidak ada gejala krisis ini. Sumber informasi kami kuat sekali, sehingga kami bisa mengambil kebijakan dengan data yang baik," imbuhnya.
Di sisi lain, BI juga telah membuat sejumlah aturan yang mampu menjaga kestabilan sistem keuangan. Misalnya, dengan mengharuskan transaksi rupiah di dalam negeri.
"Sehingga, hal-hal ini membuat ketahanan sistem keuangan kita semakin baik. Tapi, yang paling utama, industri perbankan juga sehat," pungkasnya.
Adapun kekhawatiran terulangnya siklus krisis ekonomi lantaran Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1998, yang kemudian terulang pada kurun waktu 10 tahun kemudian, yaitu pada 2008.
(bir)