Jakarta, CNN Indonesia -- Jaka Irwanta, pemegang polis sekaligus cucu pendiri
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 menjawab tudingan pengelola statuter terkait tagihan Rp4,9 miliar sebagai biaya permohonan uji materi Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 mengenai Perasuransian.
Menurut dia, biaya tersebut ditagihkan ke pengelola statuter setelah terdapat informasi bahwa Madjdi Ali, mantan direktur utama perusahaan yang saat itu menjabat membentuk Tim Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Badan Hukum Usaha Bersama (mutual). Tim tersebut menghabiskan biaya Rp7,5 miliar.
"AJB Bumiputera telah mengeluarkan biaya untuk tim yang dibentuk oleh Badan Perwakilan Anggota dengan ketua Ishak Yusuf, anggota BPA dari Jawa Barat, dengan anggaran biaya sebesar Rp7,5 miliar. Padahal, saya yang berjuang melakukan permohonan uji materi dan kami tidak dilibatkan sebagai pemegang amanah. Mereka mau mengambil keuntungan," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (22/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AJB Bumiputera, sambung dia, telah menggunakan hasil putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU-XI/2013. Karenanya, ia meminta pengelola statuter membayar tagihan, yang antara lain untuk membayar kajian bahan pustakan, tim pengacara, penyusunan pendapat hukum, persidangan hingga audiensi dengan pimpinan DPR RI yang mencapai total Rp4,9 miliar.
Adapun, penugasan tim melalui surat Keputusan Direksi AJB Bumiputera No.SK.4/DIR/2015 tentang Tim Penyusun Rancangan PP tentang Badan Hukum Usaha Bersama tertanggal 25 Maret 2015.
Surat itu menyebut, tim bertugas membantu direksi dalam merumuskan ketentuan yang berlaku bagi perusahaan asuransi mutual. Hasil rumusan itu akan disampaikan kepada pemerintah melalui direksi sebagai masukan bagi penyusunan PP perusahaan asuransi mutual.
Tidak ada periode kapan masa kerja tim tersebut berakhir. Namun, dalam surat disebutkan bahwa tim bekerja sampai selesainya rekomendasi Rancangan PP yang mengatur Badan Hukum Usaha Bersama sebagaimana diamanatkan pada Pasal 6 ayat (3) UU 40/2014 tentang Perasuransian.
"Kenyataannya, sampai sekarang tidak ada rancangan PP mutual-nya. Tim-nya sudah dibentuk dan menghabiskan biaya Rp7,5 miliar. Saya dibilang memalak, biar saja,
wong duitnya sampai sekarang juga tidak pernah ada kan?" imbuh Jaka.
Sebelumnya, Pengelola Statuter AJB Bumiputera Adhie Massardi menuding Jaka memalak dengan menagih biaya permohonan uji materi sebesar Rp4,9 miliar melalui surat yang diatasnamakan Tim Advokasi Penyelamatan Bumiputera. Surat itu diteken pada 25 Oktober 2016.
AJB Bumiputera sendiri dikelola oleh statuter karena dinilai menghadapi masalah keuangan yang cukup serius. Aset dan kewajibannya timpang hingga Rp10 triliun pada 2016 lalu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian menunjuk pengelola statuter untuk membenahi persoalan di perusahaan asuransi jiwa tertua tersebut.
Alih-alih membaik, kondisi perusahaan malah semakin kembang kempis, terutama setelah menjalin kerja sama dengan investor. Ketika itu, perusahaan tidak melakukan kegiatan menerbitkan polis baru (bisnis baru) sebagai implikasi lahirnya PT Asuransi Jiwa Bumiputera (kini PT Asuransi Jiwa Bhinneka), cucu usahanya dengan sang investor, PT Evergreen Invesco Tbk.
Masalahnya adalah PT AJB hanya meraup premi sekitar Rp700 miliar. Padahal, lima tahun terakhir, AJB Bumiputera sukses membukukan premi Rp5 triliun per tahun. Karenanya kerja sama perusahaan dengan Evergreen pun dibatalkan.
(bir)