Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak menanjak tipis pada perdagangan Selasa (6/3), waktu Amerika Serikat (AS), yang ditopang oleh pelemahan dolar AS. Namun, proyeksi meningkatnya persediaan mingguan minyak mentah AS membatasi gerak kenaikan harga minyak tersebut.
Dilansir dari Reuters Rabu (7/3), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,25 atau 0,4 persen menjadi US$65,79 per barel. Selama sesi perdagangan, harga terendah Brent tercatat US$65,3 per barel dan sempat menyentuh level tertinggi untuk enam hari terakhir, US$66,16 per barel.
Sementara, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) tumbuh tipis sebesar US$0,03 menjadi US$62,6 per barel. WTI juga sempat mencapai harga tertingginya untuk enam hari terakhir di level US$63,28 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga minyak mendapatkan dukungan dari pelemahan kurs dolar AS yang tertekan ke level terendahnya selama lebih dari sepekan. Hal itu disebabkan pemberitaan dari Korea Selatan (Korsel) terkait Korea Utara (Korut) yang bersedia berdiskusi dengan AS soal denuklirisasi dan akan menunda percobaan nuklir selama pembicaraan berlangsung.
Korea Selatan juga menyatakan bakal menggelar pertemuan tingkat tinggi dengan Korut untuk pertama kalinya selama lebih dari satu dekade. Pemberitaan tersebut membuat investor menjual dolar AS dan membeli aset yang lebih berisiko seperti komoditas.
Indeks dolar terakhir turun sebesar setengah persen. Pelemahan dolar membuat harga komoditas yang diperdagangkan dengan dolar menjadi relatif lebih murah bagi pemegang mata uang lain.
Berdasarkan jajak pendapat analis Reuters, harga minyak mentah AS tetap berada di bawah tekanan ekspektasi terhadap data persediaan minyak mentah mingguan yang diperkirakan akan menunjukkan kenaikan untuk dua pekan berturut-turut.
Institut Perminyakan Amerika bakal merilis data persediaan pada Selasa pukul 4.30 EST. Setelah itu, esoknya, pemerintah AS akan merilis data resmi persediaan minyak AS.
Sebelum data-data tersebut dirilis, para analis rata-rata memperkirakan kenaikan produksi minyak mentah AS sebesar 2,7 juta barel untuk pekan yang berakhir 2 Maret.
Sementara, stok keseluruhan terus menanjak, meskipun persediaan di hub penyimpanan Cushing, Oklahoma malah turun dalam 10 minggu berturut-turut.
"Kenaikan yang di atas ekspektasi pada total persediaan dapat dengan mudah dilawan oleh penurunan tajam persediaan di Cushing yang dapat memperbarui dukungan pada kurva harga WTI," ujar Presiden Ritterbusch Associates Jim Riterbusch dalam laporannya.
Persediaan meningkat untuk mengantispasi periode perawatan musiman untuk kilang. Saat kilang tak beroperasi, maka makin sedikit minyak mentah yang dibutuhkan.
Menambah persediaan, produksi minyak mentah AS mekar lebih dari 10 juta barel per hari (bph), menyalip ekportir minyak raksasa Arab Saudi.
Berdasarkan data Departemen Energi AS, produksi minyak AS menyentuh level 10,057 juta bph pada November lalu.
Partner Manajer Investasi Again Capital John Kilduff menyatakan, berlanjutnya pertumbuhan minyak shale AS telah menjadi tema konferensi CERAWeek di Houston, AS, pekan ini.
Harga Brent sempat tergelincir mendekati US$65 pada awal sesi perdagangan, ditekan oleh peringatan Badan Energi Internasional (IEA), Senin lalu, soal produksi minyak AS yang bakal melonjak untuk lima tahun ke depan.
Prospek OPEC dan sekutunya, termasuk Rsia, untuk tetap menjalankan kesepakatan pemangkasan produksi di tengah kenaikan produksi minyak shale AS telah mendongkrak harga Brent kembali di atas US$65 per barel pekan ini.
Harga bensin berjangka April naik 0,5 persen menjadi US$1,9443 per galon, tertinggi sejak 30 Januari, sebelum akhirnya melemah.
(bir)