Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia tergelincir untuk pertama kalinya sejak lima hari terakhir pada perdagangan Selasa (27/2). Hal itu disebabkan oleh penguatan dolar dan sentimen terhadap ekspektasi kenaikan pasokan minyak Amerika Serikat (AS).
Dilansir dari
Reuters (28/2), harga minyak mentah berjangka Brent merosot US$0,87 dibandingkan sehari sebelumnya menjadi US$66,63 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun US$0,9 menjadi US$63,01.
Indeks dolar menanjak pasca Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve menyatakan bank sentral AS bakal tetap menaikkan suku bunga secara bertahap.
Pada perdagangan Selasa (27/2), indeks dolar yang mengukur dolar AS melawan keranjang kurs enam mata uang utama dunia, naik 2,5 persen sejak tertekan ke level terendah dalam tiga tahun terakhir pada minggu lalu.
Dalam sesi perdagangan terakhir, indeks dolar naik 0,6 persen menjadi 90,356, setelah sempat menyentuh level tertinggi dalam tiga minggu terakhir, 90,498.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai catatan, penguatan dolar membuat harga minyak menjadi relatif lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang lain.
Pasar minyak sebenarnya telah berangsur pulih selama empat hari berturut-turut, sebelum terperosok pada perdagangan kemarin.
"Pasar mendapat sedikit kelebihan pada posisi naik, dengan harga di muka lebih dari US$6 per barel untuk minyak mentah dalam kurang dari dua pekan," ujar Presiden perusahaan penasihat energi Ritterbusch & Associates Jim Ritterbusch.
Jajak pendapat analis yang dilakukan Reuters memprediksi stok minyak AS bakal melonjak sebesar 2,7 juta barel pekan lalu.
Asosiasi industri Institut Perminyakan Amerika (IPA) bakal merilis data mingguannya pada Selasa pukul 16.30, waktu AS dan data Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) bakal dirilis pada Rabu pagi, waktu setempat.
Persediaan minyak mentah AS telah merosot lebih dari 100 juta barel dalam 12 bulan terakhir ke level terendah dalam tiga tahun terakhir.
EIA akan merilis data bulanan pasokan minyak mentah pada Rabu pekan ini. Para analis memperkirakan paparan EIA bakal mencakup revisi ke atas proyeksi produksi minyak AS mungkin menjadi terbesar sepanjang sejarah.
Melesatnya produksi minyak AS memberikan tekanan pada upaya OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, untuk memangkas produksi demi mendongkrak harga.
Direktur Eksekuif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol menyatakan AS bakal menyalip Rusia sebagai produsen minyak mentah terbesar pada 2019.
"Pertumbuhan minyak shale AS sangat kuat. AS akan menjadi produsen minyak nomor satu dunia dalam waktu dekat," ujar Birol.
Berdasarkan data pemerintah pekan lalu, produksi minyak mentah AS mencapai 10,27 barel per hari, lebih tinggi dari data terakhir eksportir minyak terbesar dunia Arab Saudi dan hanya sedikit di bawah Rusia.
Data mingguan dianggap kurang dapat dipercaya dibandingkan data bulanan yang akan dirilis pada Rabu (28/2) pekan ini.
"Kemungkinan data bulanan bakal menunjukkan produksi minyak mentah AS pada bulan Desember sekitar US$200 ribu hingga US$300 ribu di atas estimasi yang dilakukan pada laporan mingguan," ujar Analis Petromatrix Olivier Jakob dalam catatannya.
(lav/lav)